Meski Izin LPRI Dicabut, Ketua LPRI Syarifah Hayan Tetap Bisa Bersaksi di MK Sebagai Pemohon
KBK.NEWS JAKARTA – Syarifah Hayan, Ketua LPRI, meski izin lembaganya dicabut oleh KPU Kalsel dan ia ditetapkan sebagai tersangka, namun tetap bisa menyampaikan kesaksiannya di MK terkait permohonan gugatan PSU Pilkada Banjarbaru, Jumat (16/5/2025).
Sidang pendahuluan MK terkait dua permohonan gugatan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru Tahun 2024 mulai digelar, Kamis (15/5/2025). Selain menghadirkan Tim Hukum Banjarbaru Hanyar juga menghadirkan Ketua Lembaga Pengawas Reformasi (LPRI) sebagai pemantau pemilu, Syarifah Hayan beserta para pihak terkait.
Permohonan gugatan dari LPRI yang dipimpin Syarifah Nayan ke MK teregistrasi dengan Nomor 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dan 319/PHPU.WAKO-XXIII/2025. Kemudian permohonan gugatan yang satunya lagi diregistrasi MK dengan nomor 319/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dan diajukan oleh Udiansyah, warga Kota Banjarbaru yang juga pemilih di TPS 007 Kelurahan Sungai Besar, Kecamatan Banjarbaru Selatan.
Pada sidang MK yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Arief Hidayat ini, Syarifah Nayan menyampaikan kesaksian dan intimidasi yang ia terima pada PSU Pilkada Banjarbaru. Tekanan dan Intimidasi yang ia terima makin masif setelah LPRI mengajukan permohonan gugatan ke MK.
Syarifah juga mengungkapkan, bahwa lembaga yang ia pimpin (LPRI) izinnya juga dicabut oleh KPU Kalsel dan dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum yang n setelah ia mengajukan permohonan gugatan ke MK.
“Menjelang sidang (MK – red), KPU, Bawaslu, dan Gakkumdu justru mencabut akreditasi pemantau kami dan memproses kami secara hukum. Saya merasa ini bagian dari upaya menghalangi proses hukum yang sedang kami tempuh,” ujar Syarifah menyampaikan kesaksiannya di hadapan majelis seperti dikutip dari situs resmi MK.
Masih dikutip dari situs resmi MK, Syarifah juga menyebutkan, bahwa adanya tekanan dari berbagai pihak agar mencabut gugatan, namun ia menegaskan akan tetap melanjutkan perjuangan.
“Insyaallah kami tidak akan mundur. Sekali maju, pantang menyerah melawan ketidakadilan,” tegasnya.
Selanjutnya, Tim Hukum dari Banjarbaru Hanyar, Muhamad Pazri selaku kuasa hukum para pemohon, menyampaikan, bahwa telah terjadi pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) selama PSU Pilkada Banjarbaru. Ia menyebutkan ada praktik politik uang, ketidaknetralan aparatur negara, serta intimidasi terhadap pemilih dan pemantau pemilu.
“Dalam PSU Banjarbaru terjadi apa yang kami sebut DUIToktasi, yakni demokrasi yang dibajak melalui politik uang dan intimidasi,” ujar advokat muda yang terkenal sangat berkomitmen dalam membela kliennya ini.