KBK.News, BANJARMASIN — Proyek revitalisasi sungai di Kota Banjarmasin kembali menuai sorotan.

Sejumlah akademisi dan pemerhati lingkungan mempertanyakan arah kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada keberlanjutan dan fungsi ekologis sungai.

Salah satu sorotan utama tertuju pada proyek revitalisasi Sungai Veteran, yang digarap dengan dana lebih dari Rp1 triliun melalui bantuan Bank Dunia dan dikelola oleh Balai Wilayah Sungai Kalimantan III.

Proyek ini justru mempersempit lebar sungai di beberapa titik dari 18 meter menjadi hanya 8 meter.

“Ini kontradiktif. Revitalisasi seharusnya memperluas ruang air, bukan menyempitkannya,” ujar DR H Subhan Syarief MT, peneliti dari Batang Banyu Institute.

Menurutnya, pendekatan revitalisasi saat ini masih terlalu teknokratik dan kosmetik. Pembangunan pagar beton, taman kota, serta pengecatan jembatan dinilai hanya mempercantik wajah kota, namun mengabaikan fungsi sungai sebagai ruang sosial-ekologis.

BACA JUGA :  Diskusi Proyek Sungai Veteran Terkesan Masuk Kuping Kanan Keluar Kuping Kiri

Data dari Dinas Lingkungan Hidup Banjarmasin mencatat lebih dari 60 persen badan sungai di kota ini telah mengalami pencemaran berat, didominasi limbah domestik dan plastik.

Subhan menilai, Banjarmasin perlu meninggalkan pendekatan proyekistik dan mulai membangun visi tata air yang berkelanjutan.

Ia mencontohkan revitalisasi Sungai Cheonggyecheon di Seoul dan program “ABC Waters” di Singapura sebagai inspirasi integrasi ruang publik, edukasi, dan konservasi air.

“Banjarmasin lahir dari sungai, bukan jalan raya. Sudah saatnya kota ini memulihkan kembali wajah airnya,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa proyek pemulihan sungai semestinya bukan hanya soal betonisasi dan estetika, tapi juga melibatkan partisipasi warga, kolaborasi antar sektor, serta pemahaman mendalam terhadap perilaku alami air.

“Jika sungai dianggap sekadar saluran, maka banjir akan tetap menjadi tamu rutin setiap tahun,” tutup Subhan.