KBK.News, BANJARBARU – Penutupan total Jalan Ahmad Yani Kilometer 31, Kota Banjarbaru, sejak 10 Juni 2025 akibat proyek perbaikan Jembatan Sungai Ulin menuai respons dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Borneo Nusantara, Rabu (18/6/2025).

Penutupan yang dijadwalkan berlangsung hingga lima bulan ke depan ini dinilai telah menimbulkan dampak ekonomi signifikan, khususnya bagi pelaku usaha kecil dan masyarakat sekitar.

Menurut keterangan Direktur LBH Borneo Nusantara, Ahmadi, pihaknya menerima berbagai keluhan dari warga dan pedagang yang merasa dirugikan oleh terputusnya akses jalan utama. Penurunan omzet usaha, kesulitan memenuhi kebutuhan harian, hingga terbatasnya mobilitas menjadi dampak yang dirasakan sejak awal penutupan.

“Banyak warga mengadu kepada kami bahwa penghasilan mereka turun drastis. Para pelaku usaha kecil merasa usaha mereka lumpuh karena berkurangnya akses pembeli,” ungkap Direktur LBH Borneo Nusantara, Ahmadi.

LBH juga menyoroti minimnya komunikasi dan sosialisasi dari pihak terkait sebelum kebijakan penutupan diberlakukan. Banyak warga yang merasa tidak mendapatkan informasi cukup mengenai durasi penutupan dan alternatif akses yang disediakan.

Ahmadi menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur yang berdampak pada kehidupan sosial-ekonomi warga harus tetap mengacu pada aturan hukum dan prinsip keadilan. Ia merujuk pada:

Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yang menjamin hak setiap orang untuk hidup sejahtera dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 2021, yang mewajibkan pelaksanaan konsultasi publik secara layak sebelum dimulainya proyek.

BACA JUGA :  4 Jamaah Musholla Darussa'adah Di Banjarbaru Tersengat Listrik Akibat Kabel Listrik Terkelupas

Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang mendorong partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembangunan.

“Negara wajib hadir melindungi hak-hak warga yang terdampak kebijakan pembangunan. Ketika akses ekonomi dan pendidikan terganggu, negara harus memberikan jaminan keberlanjutan penghidupan,” tegas Ahmadi.

Sebagai bentuk advokasi, LBH Borneo Nusantara menyampaikan lima poin tuntutan kepada pemerintah daerah dan instansi terkait:

1. Melakukan konsultasi terbuka dan berkelanjutan dengan masyarakat terdampak.

2. Menyediakan jalur alternatif atau akses terbatas yang memungkinkan mobilitas tetap berlangsung.

3. Membangun jembatan sementara (bailey) untuk kendaraan kecil agar aktivitas ekonomi tetap bergerak.

4. Memberikan kompensasi atau bantuan sementara kepada pelaku usaha kecil yang mengalami kerugian.

5. Menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek pembangunan.

Sebagai tindak lanjut, LBH Borneo Nusantara membuka Posko Pengaduan Masyarakat mulai 18 Juni hingga 1 Juli 2025 untuk menerima laporan, dokumentasi, dan keluhan dari warga terdampak.

“Pembangunan harus dilakukan secara adil, manusiawi, dan melibatkan warga sebagai subjek, bukan sekadar objek,” tutur Ahmadi.

Di sisi lain, Ketua DPRD Banjarbaru, Gusti Rizky Sukma Iskandar Putera, menyatakan pihaknya saat ini tengah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan dan instansi teknis lainnya untuk mengevaluasi skema pengalihan arus lalu lintas. Ia membuka opsi rekayasa lalu lintas agar dampak penutupan tidak sepenuhnya membebani masyarakat dan pelaku usaha.