MK Nyatakan Larangan Kegiatan Lain oleh Pemantau Pemilu Inkonsitusional
KBK.News, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) mengukir tonggak penting dalam penguatan demokrasi dengan mengabulkan permohonan judicial review terhadap Pasal 128 huruf k Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam putusan perkara Nomor 91/PUU-XXIII/2025, MK menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Permohonan ini diajukan oleh Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (DPD-LPRI) Kalimantan Selatan, yang selama ini merasa dirugikan oleh ketentuan multitafsir dalam pasal tersebut.
“Ini adalah kemenangan bagi demokrasi dan kepastian hukum. Pasal yang selama ini menjadi alat kriminalisasi akhirnya dibatalkan oleh MK,” ujar Dr. Muhamad Pazri, kuasa hukum pemohon.
Pasal 128 huruf k selama ini melarang pemantau pemilihan melakukan “kegiatan lain di luar pemantauan”. Namun, frasa tersebut dinilai multitafsir dan telah digunakan untuk menjerat sejumlah aktivis pemantau pemilu, termasuk Ketua DPD-LPRI Kalsel, Syarifah Hayana.
Dalam kasus konkret yang menjadi latar gugatan ini, Hayana divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Banjarbaru karena menghitung Formulir C1 dalam proses Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru 2025. Aktivitas tersebut ditafsirkan sebagai “hitung cepat” yang dilarang, meskipun sejatinya dilakukan dalam konteks pemantauan.
Kuasa hukum lainnya, Kisworo Dwi Cahyono, menegaskan bahwa putusan MK ini harus menjadi acuan dalam proses hukum lanjutan. “Majelis hakim Pengadilan Tinggi Banjarmasin wajib memperhatikan putusan MK dan membatalkan vonis terhadap Syarifah Hayana,” ujarnya.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa lembaga pemantau merupakan elemen penting dalam sistem demokrasi partisipatoris. Oleh karena itu, pembatasan terhadap aktivitas mereka harus dilakukan dengan norma hukum yang jelas dan tidak membuka ruang multitafsir.
Putusan ini memberikan jaminan perlindungan hukum kepada lembaga pemantau untuk bekerja secara independen, tanpa bayang-bayang kriminalisasi.
Anggota Tim Hukum Hanyar Banjarbaru, Prof. Denny Indrayana, mengapresiasi keberanian MK dalam menegakkan keadilan.
“Kami mengucapkan terima kasih atas kebijaksanaan Mahkamah Konstitusi. Ini menjadi semangat baru bagi pemantau pemilu di seluruh Indonesia,” katanya. (Masruni)