KBK.News, BANJARBARU– Watch Relation of Corruption (WRC) bersama Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Selatan mendesak PT Arutmin Indonesia untuk segera menyelesaikan permasalahan ganti rugi lahan seluas 106 hektare milik kelompok Hj. Sanawiyah di Desa Kintapura, Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

 

Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor WRC kawasan Sidodadi Banjarbaru, Sabtu (16/8/2025),

 

Ketua Korwil WRC PAN RI Kalsel

Bahrudin menegaskan bahwa hingga saat ini PT Arutmin belum menunjukkan itikad baik meski berbagai langkah mediasi telah ditempuh.”WRC berkomitmen mengawal terus klien kami yang terdzalimi oleh oknum PT Arutmin, ibu Hajjah Sanawiyah kami bela sampai kapan pun bila tidak kita siap melakukan aksi , kami dari WRC tidak rela warga kami terdzolimi okeh PT Arutmin langkah aksi siap menutup tambang” tegas Bahrudin didampingi Ketua DAD Kalsel H.Abdul Kadir

 

Senada disampaikan Ketua DAD Provinsi Kalsel, H Abdul Kadir secara tegas menyindir sikap dari pihak Arutmin yang dianggap nya konyol .

 

Pasalnya pihak Arutmin selalu ngotot mempersilahkan sengketa ini diselesaikan secara hukum.

 

Hj. Sanawiyah melalui Divisi Hukum WRC Kalsel Ismail Apr Nasution, SH menyampaikan bahwa tanah yang disengketakan telah memiliki dasar kepemilikan yang sah berupa 52 lembar Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) periode 1995–1998.

Kronologi Kasus

WRC menurut Ismail Apr Nasution SH  mencatat sejumlah perkembangan terkait persoalan lahan ini.

Pada 3 Juli 2025, WRC sempat bertemu dengan perwakilan PT Arutmin di Site Asam-asam untuk membahas pembayaran ganti rugi, namun tidak ada kesepakatan karena perusahaan tetap melakukan pembayaran sepihak.

Kemudian, WRC mengirimkan surat pemberitahuan rencana pemasangan spanduk pengawasan tanah (7/7/2025) dan benar-benar memasangnya pada 9 Juli 2025 di lokasi sengketa yang kini digunakan PT Arutmin sebagai tempat pembuangan limbah tambang atau overburden (OB).

BACA JUGA :  Komisi III DPR RI Minta Polda Kalsel Tetap Profesional Usut Sengketa Lahan PT AGM Dengan Warga

WRC juga melayangkan somasi resmi pada 17 Juli 2025 dan melaporkan rencana aksi damai ke Polda Kalsel pada 23 Juli 2025.

Aksi damai sendiri dilakukan pada 28 Juli 2025 oleh keluarga besar kelompok Hj. Sanawiyah bersama DAD Kalsel.

Namun, hingga 13 Agustus 2025, janji penyelesaian ganti rugi dari PT Arutmin belum juga dipenuhi.

Tuntutan

WRC dan DAD Kalsel menyampaikan dua tuntutan utama:

1. PT Arutmin Indonesia harus mengakui secara resmi bahwa lahan seluas 106 hektare tersebut adalah milik kelompok Hj. Sanawiyah sesuai dokumen SKPT dan bukti sah lainnya.

2. PT Arutmin wajib membayar ganti rugi secara layak dan segera atas kerugian akibat penggunaan lahan sebagai pembuangan limbah tambang tanpa izin.

Langkah Selanjutnya

Apabila PT Arutmin tetap tidak menunjukkan itikad baik, WRC bersama DAD Kalsel menyatakan akan melakukan aksi lanjutan lebih besar, termasuk ritual adat pemotongan babi di lokasi tambang sebagai bentuk peringatan keras.

“Segala konsekuensi sosial dan budaya akibat pembiaran masalah ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT Arutmin Indonesia. Kami tidak akan berhenti sampai hak masyarakat adat dipenuhi,” tegas Abdul Kadir

Ketua Gepak Kalimantan, H Anang Misran yang hadir dalam konferensi pers menyatakan dukungannya.

Menurut pria yang akrab disapa Anang Bidik ini ,sebaiknya persoalan ini bisa dilesaikan secara damai. “Kita mesti menjaga Kalsel yang saat ini sudah kondusif, agar tidak ada yang coba mengadu domba hingga terjadi hal yang tak diinginkan” tegas Anang Bidik.

Anang Bidik sendiri mengatakan siap membantu untuk melakukan mediasi dengan pihak PT Arutmin.

Hadir juga dalam konferensi pers itu Dewas WRC Kalsel, Jayadi, Korwil WRC Kab.Banjar,Abah Anum Giono, Korwil Tanah Bumbu dan Kotabaru serta anggota lainnya