KBK.News, BANJARMASIN – Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam (BEM STIHSA) Banjarmasin menggelar aksi simbolik memperingati September Hitam pada Kamis malam (25/9/2025).

Kegiatan ini berlangsung di kampus STIHSA dan diisi dengan diskusi, orasi, doa bersama, serta penyalaan lilin sebagai bentuk solidaritas terhadap korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Ketua Panitia menyampaikan bahwa peringatan ini bukan sekadar agenda tahunan, melainkan refleksi bersama bahwa pelanggaran HAM masih menjadi persoalan serius di Indonesia.

“Ini adalah bentuk perlawanan nyata terhadap sistem yang hingga kini gagal menuntaskan kasus pelanggaran HAM, baik oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum. Puluhan bahkan ratusan orang masih hilang hingga saat ini,” tegas Ady Jayadi, Ketua BEM ULM periode 2025 yang hadir sebagai narasumber diskusi.

Dalam aksi tersebut, BEM STIHSA menyampaikan empat tuntutan utama:

1. Mengecam keras pemerintah dan aparat negara yang hingga kini gagal menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

2. Menuntut pengusutan tuntas terhadap para pelaku pelanggaran HAM, tanpa pandang bulu, serta menuntut hukuman seberat-beratnya.

BACA JUGA :  Dukung Kesadaran Hukum, STIHSA Apresiasi Masyarakat Adat Dayak

3. Mendesak negara memberikan keadilan dan pemulihan hak bagi keluarga korban yang selama ini terabaikan.

4. Mengajak seluruh elemen masyarakat dan mahasiswa untuk mengawal agenda penegakan HAM, melawan lupa, serta menolak bungkam terhadap segala bentuk ketidakadilan.

Wakil Bem STIHSA, Rizki, menegaskan bahwa September Hitam adalah pengingat luka bangsa yang tidak boleh dilupakan.

“Kami menolak lupa, menuntut keadilan bagi korban, serta menyerukan agar negara hadir mengusut tuntas kejahatan kemanusiaan. Jangan biarkan sejarah kelam ini berulang kembali, karena apa gunanya merdeka jika pelanggaran HAM masih terus terjadi,” ujarnya.

Sementara itu, ketua Bem Stisha Hafif, perwakilan mahasiswa, menambahkan bahwa peringatan ini juga menjadi refleksi peran generasi muda.

“Pendidikan terbaik untuk masyarakat adalah gerakan, dan pendidikan terbaik untuk pemerintah adalah perlawanan,” tegasnya.

Setiap tahun, September menjadi pengingat kolektif atas sejarah kelam bangsa. Peringatan September Hitam di STIHSA ini diharapkan menjadi ruang solidaritas, penguatan ingatan, serta dorongan agar negara tidak lagi abai dalam menegakkan keadilan bagi korban pelanggaran HAM. (Masruni)