Korban Penganiayaan di Kotabaru Laporkan Oknum Polisi KT ke Propam Polda Kalsel, Ini Klarifikasinya
KBK.News, BANJARBARU — Kasus dugaan penganiayaan dan pelanggaran prosedur penangkapan kembali mencuat di Kalimantan Selatan.
Arsyad (40), warga Kecamatan Tanjung Harapan, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, melaporkan seorang oknum polisi berinisial Ipda KT ke Bidang Propam Polda Kalsel, Senin (6/10/2025) pagi.
Arsyad datang bersama adiknya Junaide (36) yang sebelumnya sempat menjadi terdakwa dalam perkara pencurian kelapa sawit di PT Paripurna Swakarsa (PSA).
Mereka didampingi kuasa hukum dari Kantor Advokat Badrul Ain Sanusi Al Afif & Rekan, M Hafidz Halim SH dan Dedy Ramdany SH.
“Kami melaporkan Ipda KT atas dugaan rekayasa kasus, pencemaran nama baik, pelanggaran HAM, serta tindakan sewenang-wenang karena saya ditangkap tanpa surat resmi, mata dilakban, dan tangan diborgol. Kami menuntut agar Ipda KT segera dipecat,” tegas Arsyad usai membuat laporan di Propam Polda Kalsel.
Kasus ini bermula ketika Arsyad dihadirkan sebagai saksi dalam sidang pembelaan Junaide di Pengadilan Negeri Kotabaru pada 3 Mei 2021 lalu.
Di hadapan majelis hakim, ia menegaskan tidak pernah mencuri dan bukan DPO.
Namun, usai sidang, situasi berubah tegang.
Ipda KT yang saat itu menjabat KBO Reskrim Polres Kotabaru bersama beberapa anggota langsung menangkap Arsyad di halaman pengadilan tanpa surat perintah.
Kuasa hukum M Hafidz Halim SH, atau akrab disapa Bang Naga, menyebut tindakan tersebut tidak manusiawi dan mencoreng wajah penegakan hukum.
“Bayangkan, kami baru saja membela klien di pengadilan, lalu mendampingi lagi karena penangkapan yang tidak prosedural. Setelah pemeriksaan, klien saya akhirnya dilepaskan pukul 01.00 dini hari karena tidak terbukti bersalah,” ungkap Hafidz.
Ironisnya, sebelum kejadian itu, seorang oknum polisi juga sempat menodongkan senjata api ke arah Hafidz di depan gedung pengadilan, memperkeruh suasana antara pihak pembela dan aparat penegak hukum.
Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Dedy Ramdany SH, berharap Propam Polda Kalsel segera turun tangan.
“Kami minta agar Propam segera melakukan penyelidikan ke Kotabaru dan memberikan sanksi tegas, termasuk pemecatan, jika terbukti melakukan pelanggaran,” ujarnya.
Menanggapi laporan tersebut, Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Adam Erwindi menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti laporan ke Bidang Propam.
“Kami akan cek terlebih dahulu ke Polres Kotabaru terkait kejadian itu,”singkatnya
KT Angkat Bicara: Saya Bertindak Sesuai Laporan Penyidik
Di sisi lain, Ipda KT yang namanya dilaporkan dalam kasus ini memberiman klarifikasi.
Ia menegaskan bahwa dirinya bertindak berdasarkan laporan penyidik dan prosedur resmi.
“Status DPO itu dari informasi penyidik, dan di sana juga ada Kapolsek Pamukan Selatan,” jelas KT saat dikonfirmasi wartawan.
KT menyebut saat menjabat sebagai KBO Reskrim Polres Kotabaru, dirinya hanya mendampingi pengamanan sidang, bukan pihak yang memerintahkan penangkapan tanpa dasar hukum.
“Saya mendampingi saja dan mencari jalan tengah bagaimana solusi terbaik,” terangnya.
Ia juga mempertanyakan mengapa kasus yang telah diputus pengadilan kembali mencuat ke publik.
“Saya bukan ingin membela diri, tapi sesuai asas praduga tak bersalah.
Nama saya bahkan dicatut begitu saja tanpa inisial.Harusnya kan dikonfirmasi dulu. Kenapa seperti dikriminalisasi?” tanya nya.
KT menegaskan, perkara tersebut telah selesai sesuai mekanisme hukum.
“Putusan di PN Kotabaru sudah ada, dan P21 di kepolisian juga sudah selesai.
Namun kenapa muncul lagi, padahal petunjuk jaksa dan putusan hakim sudah jelas,” tegasnya.
Sebagai pejabat publik, KT mengaku bingung dengan pemberitaan yang menuding dirinya secara sepihak.
Ia menuturkan bahwa selama ini dirinya justru aktif membangun citra baik kepolisian.“Dari anak buruh bangunan saya berjuang jadi polisi.
Tapi kenapa sekarang diberitakan seolah-olah saya bersalah, padahal sudah ada saksi ahli dan keterangan terdakwa di pengadilan yang menjelaskan duduk perkara sebenarnya,” ujar dosen yang juga anggota kepolisian ini.
KT berharap media tetap menjunjung asas keberimbangan dan tidak menimbulkan persepsi keliru di publik.
“Saya selalu mengajarkan integritas dan hukum acara pidana kepada mahasiswa. Jadi kalau nama saya disebut tanpa konfirmasi, itu mencederai asas keadilan dalam pers,” tutupnya.
*/