LSM Kaki Kalsel & Sakutu Desak Gubernur Buka Aliran Dana Rp5,1 Triliun
KBK.News, BANJARBARU – Seruan “transparansi anggaran” menggema di halaman Kantor Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Kalimantan Selatan, Senin (10/11/2025) siang.
Puluhan massa dari LSM Kaki Kalsel, LSM Sakutu, hingga sejumlah aktivis dan warga menggelar aksi damai menuntut kejelasan dana Rp5,1 triliun milik Pemerintah Provinsi Kalsel yang disebut-sebut mengendap di Bank Kalsel.
Isu ini mencuat setelah laporan keuangan Pemprov Kalsel menjadi sorotan publik akibat dugaan salah input data dalam laporan keuangan daerah. Meski pihak bank dan pemerintah provinsi telah memberikan klarifikasi, peserta aksi menilai penjelasan itu masih belum transparan dan menyisakan banyak tanda tanya.
Koordinator aksi, Budi, menegaskan publik berhak mengetahui ke mana dana tersebut dialirkan.
“Bayangkan, uang rakyat Rp5,1 triliun disebut mengendap. Lalu dijelaskan bahwa dana itu didepositokan dan menghasilkan laba. Itu bukan uang pribadi, itu amanah rakyat,” ujarnya lantang.
Menurutnya, penjelasan Gubernur Kalsel justru dianggap tidak menjawab substansi persoalan.
“Kami bukan meminta penjelasan soal deposito. Yang kami minta adalah pertanggungjawaban kapan dan bagaimana dana itu diserap untuk kepentingan publik,” tambahnya.
Aksi berlangsung damai dan mendapat pengawalan ketat dari kepolisian serta Satpol PP. Massa juga menyerukan agar Pemprov Kalsel membuka data keuangan secara transparan, termasuk rincian Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) serta pemanfaatan dana pada akhir tahun anggaran.
Gelombang kritik terhadap manajemen Bank Kalsel semakin kuat. Tidak hanya soal dana yang dinilai mengendap, massa juga menyoroti dugaan salah input data triliunan rupiah dalam laporan keuangan.
Aktivis Aliansyah menilai kesalahan tersebut bukan persoalan administratif biasa.
“Kalau salah input Rp200 ribu mungkin bisa dimaklumi. Tapi ini Rp5,1 triliun. Ada indikasi kuat perbuatan melawan hukum. Kami minta Mabes Polri, KPK, dan Kejagung turun tangan, karena kami tidak percaya aparat di daerah,” ujarnya.
Ia juga menyinggung dugaan konflik kepentingan dalam struktur pengawasan Bank Kalsel.
“Kami melihat ada potensi benturan kepentingan. Apalagi salah satu anggota keluarga Gubernur menjabat sebagai pengawas di Bank Kalsel. Ini membuat publik meragukan independensi bank daerah,” ucapnya.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan di hadapan awak media, massa menyampaikan empat tuntutan utama:
1. Direksi, komisaris, dan dewan pengawas Bank Kalsel mundur secara berjemaah.
2. Gubernur Kalsel membuka secara transparan aliran dana Rp21 miliar per bulan yang dianggap tidak jelas peruntukannya.
3. Mencopot anggota keluarga Gubernur dari jabatan strategis di lembaga daerah.
4. Pemeriksaan tuntas dugaan kesalahan input data dan aliran dana oleh aparat penegak hukum pusat.
“Kalau tahun depan kasus yang sama terulang, kami akan menagih janji Gubernur yang pernah menyatakan siap mundur bila gagal mengelola pemerintahan. Janji itu akan kami pegang,” tegas Aliansyah.
