Jeffry Halim Beberkan Fakta Perjanjian RJ Aston Grand Banua: “Semua Sudah Disepakati, Tinggal Jalankan Kewajiban”
KBK.News, MARTAPURA —Polemik kepemilikan dan pengelolaan unit kondotel Aston Grand Banua kembali mengemuka setelah Ketua PPPRS sekaligus kuasa hukum sebagian pemilik unit, Jeffry Halim, SH, MH, membeberkan detail perjanjian yang menjadi dasar Restorative Justice (RJ) tahun 2023.
Jeffry menegaskan bahwa persoalan yang dipersoalkan kembali saat ini sejatinya sudah tuntas secara kesepakatan pada musyawarah bersama di sebuah restoran di Banjarmasin pada November 2022, yang turut difasilitasi Polda Kalsel.
“Masalah ini sebenarnya sudah sangat jelas. Pada musyawarah tahun 2022, para pemilik meminta pemecahan sertifikat dan penyerahan kepada masing-masing pemilik.
Saat itu pihak BAS lama melalui Hendri dan Edward menyanggupi,” ujarnya akhir pekan.
Pada pertemuan tersebut terungkap bahwa pada 2019 telah terjadi peralihan saham kepada Masbaby Kusmanto alias Tan. Karena itu, proses pemecahan sertifikat dilanjutkan oleh PT BAS yang baru, diwakili Surya Darma dan Sulaiman.
“Mereka menyatakan bersedia memecahkan sertifikat, disampaikan langsung di depan kami, BAS lama, dan Polda. Itulah dasar RJ, dan itu dituangkan dalam akta notaris Sukoco tahun 2023,” tegasnya.
Jeffry menegaskan bahwa semua kesepakatan tersebut tertulis dalam akta notaris dan dapat dicek siapa saja.
“Silakan datang ke notaris. Cek sendiri apakah benar ada kesanggupan memecahkan sertifikat. Datanya lengkap,” ucapnya.
Ia mengungkapkan Direktur Utama BAS baru, Sulaiman, telah menyatakan sanggup membiayai sekaligus mengurus pendaftaran pemecahan sertifikat induk Nomor 452 ke BPN Kabupaten Banjar.
Pak Tan, kata Jeffry, juga menandatangani persetujuan bahwa proses pemecahan sepenuhnya diserahkan kepada direkturnya.
“Kalau begitu, apa lagi yang mau diperdebatkan? Tidak ada sengketa. Tinggal jalankan kewajiban.”
Kritik Klaim Kepemilikan Tunggal
Jeffry juga menepis klaim yang menyatakan seluruh bangunan kondotel merupakan milik Tan.
“Beliau sendiri sudah tanda tangan kesanggupan pemecahan. Perwakilannya bernama Fahmi juga menyatakan siap memproses di PTSP. Kalau ada proses pemecahan, berarti ada pemilik lain. Tidak bisa diakui milik satu orang,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa seluruh kewajiban PT BAS melekat pada perusahaan baru setelah peralihan saham, sesuai aturan dan hasil RUPS.
“BAS lama juga sudah menjelaskan itu. Apa lagi yang mau dibantah?”
Dua Jalan Penyelesaian
Jeffry menegaskan pemilik ingin penyelesaian damai sebagaimana perjanjian yang sudah ditandatangani.
“Harapan kami sederhana: lakukan pemecahan sertifikat dan serahkan kepada pemilik masing-masing. Hargai kami sebagai pemilik yang sah.”
Namun apabila Tan bersikeras ingin menguasai keseluruhan bangunan, ada opsi lain.
“Silakan beli kembali unit kami sesuai harga pembelian tahun 2013–2015. Tanpa bunga. Selesai masalah.”
Soroti SLF Grand Tan yang Diduga Kedaluwarsa
Jeffry juga menyinggung dugaan habisnya masa berlaku Surat Laik Fungsi (SLF) Grand Tan sejak 2019.
Saat menanyakan hal itu ke PTSP, ia mengaku mendapat penjelasan janggal bahwa SLF tidak berhubungan dengan izin operasional.
“Menurut saya ini pernyataan yang aneh. Apa bedanya dengan kasus Mie Gacoan di A. Yani Km 2? SLF itu syarat keamanan bangunan yang dikunjungi banyak orang,” tegasnya.
*/



