Bela Diri, Gus Yahya Tolak Tegas Desakan Mundur dari Ketua Umum PBNU
KBK.NEWS SURABAYA JATIM — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menolak desakan yang memintanya untuk mundur dari jabatannya.
Gus Yahya menegaskan bahwa posisinya sebagai Ketua Umum merupakan amanah hasil Muktamar ke-34 PBNU dengan masa jabatan lima tahun.
”Saya sama sekali tidak terbesit pikiran untuk mundur. Karena saya mendapatkan amanah dari muktamar untuk lima tahun, pada Muktamar ke-34 lalu,” ujar Gus Yahya di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (23/11/2025) dini hari.
Ia memastikan akan menjalankan amanat tersebut hingga masa kepengurusan berakhir. Gus Yahya juga meyakinkan bahwa dirinya masih sanggup memimpin PBNU dan tidak memiliki niat untuk meninggalkan posisi tersebut.
”Saya mendapatkan mandat lima tahun dan akan saya jalani lima tahun. Insya Allah saya sanggup. Maka saya sama sekali tidak terbesit pikiran untuk mundur,” tegasnya.
Penolakan ini muncul setelah posisi Gus Yahya sempat “digoyang”. Sebelumnya, sebuah dokumen risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU beredar, yang disebut-sebut memberikan waktu tiga hari kepada Gus Yahya untuk mengundurkan diri.
Budaya Malu di Luar Negeri
Konsep “budaya malu” (shame culture) dalam politik, yang mendorong pejabat untuk mengundurkan diri karena skandal, kegagalan, atau kehilangan dukungan publik, sangat erat kaitannya dengan politik di Jepang dan Korea Selatan.
Berikut adalah beberapa nama pemimpin dunia, khususnya dari negara-negara yang menerapkan budaya ini, yang mundur dari jabatan karena alasan yang merujuk pada rasa malu, pertanggungjawaban moral, atau kegagalan yang dianggap memalukan:
Jepang (Fokus Utama “Budaya Malu”)
Jepang memiliki sejarah panjang di mana Perdana Menteri (PM) dan pejabat lainnya sering mengundurkan diri setelah skandal, kegagalan kebijakan, atau kekalahan pemilu, sebagai bentuk pertanggungjawaban dan rasa malu (haji).
- Yukio Hatoyama (PM Jepang)
- Mundur pada 2010 karena gagal memenuhi janji kampanye untuk memindahkan pangkalan militer AS dari Okinawa.
- Naoto Kan (PM Jepang)
- Mundur pada 2011 setelah dikritik keras atas respons pemerintahannya terhadap gempa bumi dan tsunami Tōhoku.
- Yoshihide Suga (PM Jepang)
- Mundur pada 2021 karena menghadapi kritik tajam terkait penanganan pandemi COVID-19 yang dianggap gagal.
- Fumio Kishida (PM Jepang)
- Mengumumkan pengunduran diri sebagai pemimpin partai (LDP) pada 2024 setelah serangkaian skandal politik dan penurunan popularitas.
- Michael Palmer (Ketua Parlemen Singapura)
- Mundur pada tahun 2012 setelah mengakui terlibat dalam skandal seks, dengan alasan untuk “menghindari rasa malu kepada PAP dan Parlemen.” (Meskipun bukan Jepang, ia adalah pejabat Asia Tenggara yang secara eksplisit menyebutkan rasa malu sebagai alasan).
🇰🇷 Korea Selatan
- Chung Hong-won (PM Korea Selatan)
- Mengajukan pengunduran diri pada tahun 2014 untuk bertanggung jawab atas kegagalan penanganan tragedi tenggelamnya kapal Sewol yang menewaskan banyak pelajar.
- Choi Joong-kyung (Menteri Ekonomi Korea Selatan)
- Mundur pada tahun 2011 sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pemadaman listrik nasional.
