KBK.News, MARTAPURA – Banjir yang kembali melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Selatan tidak hanya meninggalkan genangan air, tetapi juga luka sosial, psikologis, dan ekonomi yang mendalam di tengah masyarakat.

Pengamat Sosial Kalimantan Selatan, M Ali Syahbana, menilai bahwa bencana ini harus dipahami lebih dari sekadar persoalan kelebihan debit air. Di lapangan, dampaknya menyentuh langsung sisi kemanusiaan: warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih tinggi, akses transportasi lumpuh, aktivitas ekonomi terhenti, hingga anak-anak mengalami guncangan psikologis akibat naiknya air secara tiba-tiba.

“Para orang tua diliputi kecemasan dan ketidakpastian. Mereka bertanya-tanya kapan banjir akan surut dan bagaimana memulai kembali kehidupan setelahnya,” ujar Ali Syahbana, Sabtu (27/12/2025).

Menurutnya, banjir saat ini merupakan krisis multidimensi yang merambat ke berbagai aspek kehidupan masyarakat, bukan sekadar bencana alam biasa.

Lebih jauh, Ali Syahbana mengajak semua pihak merenungi akar persoalan yang lebih dalam. Ia menekankan bahwa gangguan keseimbangan lingkungan di kawasan hulu memiliki dampak langsung terhadap kondisi di wilayah hilir.

Perubahan tutupan lahan, menyusutnya ruang resapan air, pola pemanfaatan sumber daya alam yang belum sepenuhnya sejalan dengan daya dukung lingkungan, serta keterbatasan tata kelola daerah aliran sungai (DAS), disebutnya sebagai faktor yang secara perlahan mengikis keseimbangan alam.

BACA JUGA :  Penyandang Difabel Ini Tunjukan Semangat Belajar Tinggi Dengan Meluncurkan Buku 'Kompas Jiwa'

“Apa yang terjadi di wilayah hulu, pada akhirnya selalu dirasakan di wilayah hilir. Alam bekerja dengan mekanisme sebab-akibat yang konsisten dan tidak pernah abai,” jelasnya.

Karena itu, ia menegaskan bahwa penanganan banjir tidak bisa berhenti pada respons darurat maupun pembangunan fisik semata. Diperlukan langkah berkelanjutan yang melibatkan kesadaran kolektif, pengelolaan lingkungan yang lebih selaras dengan alam, serta komitmen lintas wilayah dan lintas generasi.

Ali Syahbana menyebut, banjir yang melanda Kalimantan Selatan hari ini patut dimaknai sebagai “panggilan alam” sebuah ajakan untuk berhenti sejenak, merenung, dan berbenah bersama.

“Ketika keseimbangan dihormati, alam memiliki caranya sendiri untuk kembali bersahabat. Kalimantan Selatan memiliki peluang untuk pulih dan hidup lebih harmonis, selama kita bersedia mendengar dan merespons pesan yang disampaikan oleh alam,” pungkasnya.