KBK.NEWS JAKARTA – Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurafiq, menabuh genderang perang terhadap perusak lingkungan. Secara blak-blakan, ia menyebut raksasa tambang PT Adaro dan PT Antang Gunung Meratus (AGM) masuk dalam daftar puluhan perusahaan yang diduga kuat melanggar izin lingkungan dan menjadi pemicu banjir besar di Kalimantan Selatan (Kalsel).

Bukti Satelit: 182 Perusahaan dalam Radar Audit

​Langkah tegas ini diambil setelah Kementerian LH melakukan verifikasi terhadap 182 korporasi yang tertangkap kamera satelit membuka lahan melebihi batas izin resmi. Fokus audit kini diarahkan pada empat catchment area (daerah tangkapan air) yang membentang dari Kabupaten Balangan hingga Kabupaten Banjar.

​”Data sementara ada 50-an korporasi, termasuk perusahaan skala besar seperti Adaro dan AGM, yang terbukti melakukan pelanggaran,” tegas Hanif saat meninjau langsung lokasi banjir di Desa Indrasari, Kabupaten Banjar, Selasa (30/12/2025).

​Hanif, yang merupakan mantan Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, memahami betul bahwa penggundulan hutan di wilayah hulu adalah “biang kerok” meningkatnya debit air yang kini merendam permukiman warga.

Banjir bandang di Desa Tebing Tinggi, Kabupaten Balangan (foto ist).

Ancaman Pidana dan Penyegelan

​Pemerintah memastikan tidak akan main-main dalam memberikan sanksi. Bagi perusahaan yang terbukti merusak ekosistem, serangkaian tindakan keras telah menanti:

  • Sanksi Administratif: Mulai dari teguran hingga pembekuan izin.
  • Penyegelan: Penghentian total operasional di lapangan.
  • Jalur Hukum: Gugatan perdata hingga tuntutan pidana bagi kerusakan lingkungan serius.
BACA JUGA :  Walhi Kalsel Sesalkan Pernyataan Jokowi Di COP 26 Dan Tolak Solusi Iklim Palsu

​”Jika hasil audit menyatakan terjadi kerusakan serius, kami akan ajukan tuntutan pidana. Kami serius memperbaiki kerusakan ini,” cetus Hanif.

Dukungan Daerah dan Kritik Keras Walhi

​Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, Muhammad Syarifuddin, menyambut baik langkah berani kementerian tersebut. Menurutnya, bencana yang terus berulang harus menjadi momentum untuk membenahi tata kelola lingkungan di wilayah hulu daerah aliran sungai (DAS).

​Namun, nada lebih keras datang dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Raden Rafig Wibisono, menegaskan bahwa banjir ini bukanlah sekadar musibah alam, melainkan kejahatan ekologis”.

​”Krisis iklim itu nyata, tapi di Kalsel dampaknya berlipat ganda karena ekosistem dihancurkan industri ekstraktif yang selama ini diberi karpet merah oleh negara,” ujar Raden.

​Walhi mencatat angka yang mengkhawatirkan: 51% wilayah Kalsel (sekitar 1,9 juta hektare) kini telah dikapling oleh izin industri ekstraktif, sebuah angka yang dinilai telah melampaui batas aman daya dukung lingkungan.

​Hingga berita ini diturunkan, pihak Adaro maupun AGM belum memberikan respons atas upaya konfirmasi yang dilakukan melalui pesan seluler.

Sumber ; apakabar.co.id