kbk.news : Tersangka Pelaku Kekerasan Terhadap Jurnalis Belum Ditahan, Jurnalis Nurhadi 3 Bulan Tak Bisa Pulang Dan Berada Dalam Perlindungan LPSK, Rabu (16/6/2021).
SURABAYA – Kasus kekerasan terhadap jurnalis Nurhadi telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Hal ini disampaikan oleh kuasa hukum Nurhadi, M Fatkhul Khoir, setelah mendapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari penyidik Polda Jatim.
Pria yang akrab dipanggil Djuir ini mengatakan, pemeriksaan terhadap kasus tersebut telah dilimpahkan ke Kejati Jatim pada 27 Mei 2021. Namun SP2HP baru disampaikan pada 15 Juni 2021.
Sayangnya, menurut Djuir, meski sudah dilimpahkan ke Kejaksaan, namun hingga saat ini mereka yang telah ditetapkan sebagai tersangka belum juga ditahan. Padahal karena tersangka yang belum ditahan itu, jurnalis Nurhadi belum bisa pulang ke rumahnya dan harus berada di bawah perlindungan LPSK di rumah aman.
“Saya tidak tahu apa pertimbangannya kok tersangka tidak ditahan. Padahal, berdasarkan keterangan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), karena tersangka yang belum ditahan ini, Nurhadi tidak bisa pulang dulu ke rumahnya. Jadi sudah hampir 3 bulan ini klien kami tidak bisa kembali ke rumahnya. Tentu pertimbangan itu yang lebih tahu adalah LPSK,” ujar Djuir.
Dia menambahkan, selain ingin mempertanyakan alasan penyidik tidak menahan tersangka Purwanto dan Firman, dia juga ingin tahu apakah keduanya telah mendapat sanksi dari internal kepolisian.
“Setahu saya belum ada sanksi dari internal kepolisian terhadap 2 anggotanya yang menjadi tersangka ini. Apalagi kami sudah melaporkan ini ke Propam Mabes Polri. Kalau belum ada sanksi, ya tentu kami mendesak agar Polri juga memberikan sanksi internal kepada kedua orang itu,” sambungnya.
Sementara itu, ditambahkan Salawati, juga anggota kuasa hukum jurnalis Nurhadi dari LBH Lentera, dalam rekonstruksi yang berlangsung pada 19 Mei 2021 di gedung Graha Samudra Bumimoro yang merupakan lokasi terjadinya penganiayaan, muncul informasi baru mengenai keterlibatan seorang anggota polisi yang diduga menantu Angin Prayitno Aji.
Informasi tersebut sempat muncul dalam rekonstruksi namun saat rekonstruksi dilakukan, keterangan itu belum masuk ke BAP yang dibuat penyidik Polda Jatim. Sehingga pasca rekonstruksi, penyidik kembali memanggil Nurhadi untuk membuat BAP tambahan.
“Dalam pemeriksaan tambahan itu dimasukkan keterangan baru dari korban yang menyatakan bahwa ada keterlibatan dari seorang anggota polisi yang menurut penulusuran kami ternyata adalah menantu Angin Prayitno Aji,” kata Salawati.
Salawati berharap semua orang yang terlibat dalam kasus ini diusut dan dibawa ke dalam proses hukum hingga ke pengadilan.
“Sudah jelas-jelas, berdasarkan keterangan korban dan dari berbagai barang bukti, ada keterlibatan banyak orang. Penyidik mesti mengusut mereka juga, termasuk orang yang saat peristiwa di hotel Arcadia dihubungi oleh dua tersangka dan disebut-sebut dengan panggilan bapak,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Nurhadi adalah jurnalis Tempo di Surabaya yang dianiaya sekelompok orang saat menjalankan tugas jurnalistik di di Gedung Samudra Bumimoro. Di gedung tersebut berlangsung resepsi pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji, bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu yang, serta anak Kombes Pol Ahmad Yani, mantan karo Perencanaan Polda Jatim.
Di gedung Samudra Bumimoro itu, Nurhadi berencana meminta keterangan terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Angin Prayitno Aji. Kedatangan Nurhadi ke lokasi rupanya membuat marah para pelaku yang berjumlah belasan orang. Mereka kemudian menganiaya Nurhadi lalu merusak sim card di ponsel miliknya serta menghapus seluruh data dan dokumen yang tersimpan di ponsel tersebut.
Setelah peristiwa itu, Nurhadi melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim dengan didampingi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis yang beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, KontraS, LBH Lentera, LBH Pers, dan LBH Surabaya. Penyidik pun akhirnya menjerat dua tersangka dengan pasal 18 ayat 1 UU Pers, subsidair pasal 170 ayat 1 KUHP, subsidair Pasal 351 ayat 1 KUHP,
dan subsidair pasal 355 ayat 1 KUHP.