KBK.News, BANJARMASIN – Dua mahasiswa Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjari (MAB) Banjarmasin terpilih sebagai Aluh dan Utuh Sasirangan Kalimantan Selatan 2025. 

Mereka adalah Salwa Syahru dari Program Studi Ilmu Komunikasi dan M. Arifin Ilham dari Program Studi Kesehatan Masyarakat.

Pemilihan Aluh dan Utuh Sasirangan ini menjadi ajang bergengsi yang mengangkat nilai-nilai kearifan lokal dan pelestarian budaya Banjar melalui simbol kain sasirangan, warisan budaya khas Kalimantan Selatan.

M. Arifin Ilham mengungkapkan rasa syukur dan kebanggaannya atas capaian tersebut.

“Tentunya perasaan saya senang dan bangga dengan diri saya sendiri karena usaha dan perjuangan yang saya lakukan hingga bisa di titik ini. Menyandang gelar Utuh Sasirangan bukan hanya sekadar memakai selempang, tetapi juga tanggung jawab yang diemban untuk ke depannya,” ujarnya.

Arifin menilai kain sasirangan adalah identitas Kalimantan Selatan.

“Di setiap helai dan motif terkandung makna tersirat yang menjadikan Sasirangan memiliki keautentikan tersendiri,” tambahnya.

Ia juga berencana mengadakan pelatihan pembuatan sasirangan bersama penyandang disabilitas, guna menciptakan ruang inklusi bagi masyarakat umum.

“Program ini menjadi langkah nyata agar budaya tidak hanya dilestarikan, tapi juga dirasakan manfaatnya secara sosial,” jelasnya.

Menurut Arifin, generasi muda Banjar kini mulai menunjukkan kebanggaan terhadap budayanya.

“Banyak anak muda yang bangga mengenakan Sasirangan dan aktif mempromosikan budaya lewat media sosial. Namun, tantangan seperti pengaruh budaya luar dan kurangnya regenerasi pelaku seni tradisional masih menjadi hambatan,” ungkapnya.

Ia berpesan kepada mahasiswa Uniska dan generasi muda Banjar untuk mencintai budaya sendiri.

“Mulailah dari hal sederhana mengenakan Sasirangan, menggunakan bahasa Banjar, hingga ikut melestarikan kesenian lokal. Jadilah generasi yang bangga akan jati diri Banua,” pesannya.

Aluh Sasirangan 2025: Sasirangan Sebagai Simbol Identitas dan Edukasi

Sementara itu, Salwa Syahru, Aluh Sasirangan 2025, menyebut gelar yang disandangnya bukan sekadar simbol penghargaan, tetapi juga amanah untuk menjadi duta budaya Banjar.

BACA JUGA :  Hujan Deras Disertai Angin Kencang Rusak Rumah di Tiga Kecamatan Banjarmasin

“Perasaan saya campuran antara syukur, bangga, dan tanggung jawab besar. Gelar ini bukan hanya pengakuan pribadi, tapi kesempatan untuk melestarikan Sasirangan dan budaya Banjar di kancah yang lebih luas,” katanya.

Menurutnya, Sasirangan adalah manifestasi visual identitas dan filosofi hidup masyarakat Banjar.

“Setiap helai, motif, dan warna mengandung sejarah, doa, dan nilai luhur. Secara historis, Sasirangan adalah kain ‘batatamba’ yang dibuat dengan ritual khusus sebagai bentuk spiritualitas masyarakat Banjar,” jelasnya.

Sebagai bentuk komitmen, Salwa menginisiasi Program Banjar Sasirangan Festival (BSF).

“Program ini bertujuan menjadikan Sasirangan sebagai lokomotif budaya, bukan sekadar produk sandang, tetapi juga media edukasi dan ekspresi seni,” ungkapnya.

Rangkaian BSF akan meliputi kompetisi desain Sasirangan modern, fashion show bertema sejarah Banjar, serta pameran keliling di ruang publik.

“Kami ingin menciptakan engagement yang relevan agar Sasirangan menjadi simbol identitas yang keren dan kontemporer,” tambahnya.

Salwa menilai pelestarian budaya Banjar di kalangan generasi muda masih bersifat ganda.

“Ada kebanggaan baru terhadap identitas lokal, tapi pengetahuan mendalam tentang bahasa, tarian, dan filosofi budaya mulai tergerus arus globalisasi. Karena itu, pendekatan pelestarian budaya harus digital, interaktif, dan berbasis skill,” paparnya.

Dalam pesannya kepada generasi muda, Salwa menegaskan pentingnya menjadi pelaku aktif pelestarian budaya.

“Jangan pernah jadi orang asing di tanah budaya sendiri. Budaya Banjar adalah warisan termewah kita,” ujarnya tegas.

“Kenakan Sasirangan dengan bangga, pelajari Bahasa Banjar, dan gunakan kreativitas untuk mempromosikan budaya Banua ke dunia modern,” lanjutnya lagi.

Keduanya sepakat bahwa peran anak muda sangat penting dalam menjaga keberlanjutan budaya Banjar di tengah perubahan zaman.

Melalui dedikasi mereka sebagai Aluh dan Utuh Sasirangan 2025, mereka berharap generasi muda Banua semakin mencintai, mempelajari, dan memajukan budaya Banjar dengan cara yang inovatif dan inklusif.(Masruni)