KBK.News, BANJARMASIN– Sejarah pengelolaan sampah di Kota Banjarmasin telah dimulai sejak era kolonial Belanda dengan sistem yang cukup ketat. Pada tahun 1919, Gemeente (Dewan Kota) Banjarmasin membentuk Reinigingsdienst atau Dinas Kebersihan guna menjaga kebersihan kota dan mencegah dampak kesehatan dari sampah yang menumpuk.
Sejarawan Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Mansyur, mengungkapkan bahwa kebijakan yang diterapkan saat itu cukup maju untuk zamannya. Salah satunya adalah larangan membakar sampah sembarangan demi menghindari abu dan sisa pembakaran yang bisa mencemari lingkungan.“Pada awalnya, warga diwajibkan membakar sampah rumah tangga mereka sendiri dalam tong besi yang disediakan oleh Reinigingsdienst. Namun, cara ini kurang efektif karena tidak semua sampah bisa terbakar sempurna,” papar mantan jurnalis itu .
Melihat hal ini, Reinigingsdienst mengambil alih pengelolaan sampah dengan sistem pengangkutan menggunakan gerobak yang ditarik oleh hewan ternak. Sistem ini serupa dengan yang telah diterapkan lebih dulu di Gemeente Surabaya.
Kebijakan pengelolaan sampah ini tercatat dalam dokumen kolonial berjudul Eerste Kwarteeuw Sedert hare Instelling 1906-1931, yang diterbitkan di Surabaya oleh N.V. Boekhandel en Drukkerij H. van Ingen pada tahun 1933.
Pada masa itu, Gemeente Raad (Dewan Kota) Banjarmasin diketuai oleh P.J.F.D. Van De Riveira, dengan anggota yang terdiri dari tokoh lokal seperti Pangeran Ali dan Hairul Ali, serta perwakilan kolonial seperti Mr. L.C.A. Van Eldick Theime dan H.M.G. Dikshoorn.
Seiring waktu, status otonomi Banjarmasin semakin meningkat hingga pada tahun 1937, kota ini resmi mendapatkan status Stads Gemeente, mengingat posisinya sebagai ibu kota Gouvernement Borneo.
Kisah panjang ini menunjukkan bahwa sejak lebih dari seabad lalu, kesadaran akan kebersihan kota telah menjadi perhatian serius dalam tata kelola pemerintahan, sebuah warisan yang tetap relevan hingga kini.
Penulis/Editor Iyus