Banjarmasin – Institut Demokrasi dan Pemerintah Daerah (Indepemda) Kalsel menggelar diskusi bersama Pusat Kajian Anti Korupsi And Good Governance (Parang) Universitas Lambung Mangkurat dengan tema “ Memilih Komisioner KPUD Se-Kalsel” , Kamis, 01 Maret 2018 di Aula LPPM ULM Banjarmasin.
Pada kegiatan ini hadir sebagai narasumber Direktur Eksekutif Indepemda M. Erfa Redhani, Peneliti Parang ULM, Darul Huda Mustaqim, dan Koordinator Relawan Demokrasi Kalsel M. Alfiansyah serta moderator Reja Pahlevi dari Ahli Institute.
Diskusi dibuka oleh Alfiansyah yang menekankan soal pentingnya kapasitas yang dimiliki oleh seorang Komisioner KPU khususnya di Kalimantan Selatan, termasuk perihal soal rekruitment yang harus terbuka, dan jelas.
“Pemilihan Komisioner KPUD se- Kalsel harus kita awasi jangan sampai kita seperti membeli kucing dalam karung,” ujarnya.
Acara ini sigekae Pasca terpilihnya 60 orang calon Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Selatan beberapa hari yang lalu. Kegiatan ini terselenggara berkat kerjasama antara Pusat Kajian Anti Korupsi & Good Governance (Parang) ULM dengan Institut Demokrasi dan Pemerintahan Daerah (Indepemda), serta dikemas dalam acara Teras Demokrasi di Gedung Lembaga penelitian ULM (01/03/2018).
Berdasarkan data yang dimiliki, proses rekrutmen untuk KPU Provinsi Kalimantan Selatan sudah masuk pada taraf seleksi administratif, ada 60 calon anggota KPU dinyatakan lulus dan akan mengikuti tes selanjutnya , yakni Tes CAT (Computer Assisted Tes) . Untuk tes CAT akan dilaksanakan di Politeknik Negeri Banjarmasin pada 7 Maret mendatang. Selanjutnya untuk Kabupaten dan Kota masih pada tahap seleksi administratif, yakni dari tanggal 2 hingga 12 Maret 2018.
Pada kesempatan ini Darul Huda Mustaqim memberikan gambaran bahwa sejarah demokrasi di Banua cukup akut, banyak data dan gambaran yang mendiskripsikan bahwa demokrasi lokal perlu berbenah untuk pemilu kedepan yang lebih berintegritas.
“Problem kita sekarang adalah pemahaman tentang pemilu hanya sebatas mengenai siapa sosok yang akan dipilih pada hari pemilihan dan hanya menganggap semuanya seremonial lima tahunan saja, padahal ada rangkaian yang tidak kalah penting, yakni seleksi penyelenggara pemilu,” Ucap huda.
Menurut Huda, mahasiswa dan masyarakat tentunya peran yang sangat kita di butuhkan untuk mentracking para calon anggota KPU yang ada, dan bila track record dari calon anggota KPU kurang baik atau terindikasi adanya conflict of interest antara kandidat dengan salah satu parpol, maka wajib jelasnya sebagai masyarakat berperan utk melaporkan ke Timsel. Sebab jelasnya, Timsel juga manusia yang bisa salah dan khilaf dalam memutuskan sehingga perlu masukan kritis dari masyarakat.
Sementara itu M. Erfa Redhani menyampaikan ada tiga prinsip penyelenggaraan pemilihan umum yakni Independen, profesional dan imparsial. Ia menjelaskan bahwa sebagai masyarakat kita punya peran pada proses pemberian tanggapan kepada para calon Komisioner.
“Ya harus kita awasi penyelenggaraan pemilu dan calon Komisioner, kita juga patut untuk mengawasi Tim Seleksi, jika memang ada pelanggaran kita akan laporkan karena sudah jelas ada aturan kode etiknya,” ujarnya.
Ia juga menyarankan agar panitia seleksi jeli melihat terutama mengenai track record calon komisioner
” Untuk memiliki komisioner KPU yang berintegritas, kita harus cermat dan jeli dalam melihat kalau sudah jelas-jelas ada calon komisioner yang cacat integritas nya karena melanggar aturan atau kode etik bahkan apabila ada calon incumbent yang pernah mendapat teguran keras dari DKPP, maka harusnya tidak dipilih lagi,” tegasnya.
Sebagai Tim Seleksi KPU tentunya bukan perkara mudah dan PR besar untuk menjadikan ajang pemilu ini berintegritas dengan muaranya dari pemilihan penyelenggara pemilu, karena di Timsel sendiri ada kode etik yang harus dijalankan agar tidak dianggap ada kedekatan antara kandidat dengan Tim Sel yang nantinya akan mempengaruhi hasil pemilihan. (Rilis)