JAKARTA – Di tengah lonjakan kasus COVID-19 varian Omicron dan dalam waktu bersamaan harus waspada, karena jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) juga meningkat.
Kementerian Kesehatan mengungkap, dalam sepekan kasus DBD meningkat hingga 3 ribu kasus. Pada 9 Februari 2022 angka dengue mencapai 5.041 kasus dan meningkat pada 16 Februari 2022 menjadi 8.158 kasus. Pada pekan keenam, angka kematian mencapai 79 orang.
Jumlah wilayah yang terjangkit juga tersebar. Sekitar 148 kabupaten/kota di 13 provinsi tercatat sudah melaporkan adanya kasus DBD di daerahnya. Kasus DBD tertinggi berada pada kelompok umur 15-44 tahun. Jumlah Suspek Dengue pada minggu ke-6 tahun ini disebut ada 19.505 suspek dengue.
“Selama musim penghujan ini terjadi kenaikan kasus yang dilaporkan oleh daerah. Sampai dengan tanggal 13 Februari 2022 data dari minggu 1 sampai dengan 6 tahun 2022, ada 9 Provinsi yang melaporkan kasus DBD,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes, Didik Budijanto pekan ini.
Peralihan musim panas ke hujan, kasus DBD memang kerap muncul. Bahkan saat perubahan cuaca seperti ini, flu kadang juga menyerang banyak orang. Cilakanya, DBD, flu, dan pilek muncul bersamaan dengan COVID-19 yang sedang merebak. Orang pun kadang bingung membedakan apakah mereka flu, pilek, DBD, ataukah COVID-19. Keempat penyakit ini nyaris punya kesamaan gejala.
Lalu, bagaimana membedakan apakah seseorang itu terkena DBD, COVID-19, flu, atau pilek? Melansir BBCIndonesia.com, berikut gejala yang bisa diamati.
Demam Berdarah (DBD)
DBD merupakan infeksi virus yang ditularkan lewat gigitan nyamuk betina yang terinfeksi flavivirus. Nyamuk ini dikenal dengan nama Aedes aegypti.
Nyamuk jenis ini juga bertanggung jawab atas penularan chikungunya, demam kuning dan virus Zika.
Gejala klasik demam berdarah adalah demam tinggi yang muncul secara tiba-tiba pada awal infeksi.
“Gejala pernapasan, yang cukup umum pada kasus COVID-19, jarang terjadi pada pasien demam berdarah,” kata pakar infekologi sekaligus konsultan Brazilian Society of Infectology, Melissa Falco.
Demam berdarah, kata Falco, biasanya tidak menyebabkan gejala pernapasan seperti pilek, hidung tersumbat atau batuk.
Demam berdarah biasanya berlangsung selama empat sampai sepuluh hari. Walau begitu, dampaknya bisa bertahan hingga beberapa pekan.
Itu gejala yang bisa dilihat. Untuk mendiagnosis apakah mereka terkena DBD atau COVID-19, hanya tes darah yang dilakukan di laboratorium yang bisa memastikan.
Gejala umum yang bisa kita amati pada kasus DBD di antaranya:
– Demam berdarah yang tidak parah dan tidak berpotensi bahaya ditandai dengan gejala umum seperti mual, demam, bercak kemerahan pada tubuh, muntah, sakit kepala, serta nyeri pada otot, persendian, dan sekitar mata.
– Demam berdarah yang tidak parah tapi disertai peringatan fase setelah demam. Pada tahap ini satu atau beberapa gejala yang dianggap mengkhawatirkan dapat mulai terjadi, antara lain muntah yang terus-menerus dan pendarahan.
– Demam berdarah berat ditandai adanya satu atau lebih manifestasi, yang dapat muncul tiba-tiba (pucat dan pingsan, berkeringat, dan penurunan tekanan darah).