KBK.NEWS BANDA ACEH – Di tengah duka bencana yang menyelimuti Pulau Sumatra, sebuah kontras tajam muncul antara kebijakan Jakarta dan Serambi Mekkah. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem memilih untuk melintasi garis kebijakan pusat demi mempercepat penanganan bencana di daerahnya.

​Kemanusiaan Tanpa Sekat di Tanah Rencong

​Meski Pemerintah RI belum memberikan lampu hijau bagi bantuan internasional secara luas, Mualem menegaskan komitmennya untuk tidak mempersulit bantuan asing yang masuk ke Aceh. Baginya, urusan perut dan keselamatan rakyat tidak boleh terhambat birokrasi.

​”Pada prinsipnya kita ini kemanusiaan. Siapa saja yang menolong kita, tetap ikhlas kita terima. Siapa saja, di mana saja,” tegas Mualem saat menerima bantuan sembako dari perusahaan multinasional Upland Resources di Bandara Sultan Iskandar Muda, Senin (15/12/2015).

​Bantuan dari perusahaan yang berbasis di Inggris, Malaysia, dan Indonesia tersebut langsung disalurkan kepada warga yang terhimpit banjir bandang dan longsor. Sikap Mualem ini seolah menjadi “pembangkangan halus” demi memastikan masyarakatnya tidak menunggu terlalu lama.

BACA JUGA :  Mendadak Jokowi–Prabowo Bertemu Rahasia, Bicara Empat Mata Selama Dua Jam

​”Indonesia Mampu”: Keyakinan Prabowo di Istana

​Berbanding terbalik dengan keterbukaan Aceh, di Istana Negara, Presiden Prabowo Subianto justru menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi atas kemandirian nasional. Dalam rapat kabinet paripurna, Prabowo mengaku telah dihubungi banyak pemimpin negara yang menawarkan bantuan.

​”Saya bilang terima kasih atas perhatian Anda, kami mampu. Indonesia mampu mengatasi ini,” ujar Prabowo.

​Keyakinan Presiden bukan tanpa dasar. Ia mengklaim kekuatan APBN saat ini cukup solid berkat langkah efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah. Sebagai bentuk nyata, pemerintah pusat telah menyiapkan dana taktis:

  • Rp20 Miliar untuk setiap provinsi terdampak.
  • Rp4 Miliar untuk setiap kabupaten/kota terdampak.

​Dilema di Tengah Bencana

​Kini, publik melihat dua pendekatan berbeda dalam menangani krisis. Di satu sisi, Prabowo ingin menjaga kedaulatan dan martabat bangsa dengan prinsip berdikari. Di sisi lain, Mualem memegang teguh prinsip pragmatisme kemanusiaan: bahwa dalam bencana, tangan siapa pun yang terulur harus disambut dengan tangan terbuka.