KBK.News, BANJARMASIN — Rencana pemerintah pusat untuk menjadikan Kalimantan sebagai wilayah prioritas dalam program transmigrasi 2025–2029 mendapat penolakan tegas dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Kalimantan. Mereka menilai kebijakan ini minim partisipasi publik dan berpotensi menimbulkan masalah sosial, budaya, hingga ekologis.

Koordinator BEM Se-Kalimantan, Andi Muhammad Akmal, menegaskan bahwa Kalimantan bukanlah wilayah kosong yang bisa diisi begitu saja. “Di sini hidup masyarakat adat, ada ekosistem yang rentan, dan tatanan sosial-budaya yang telah eksis jauh sebelum wacana transmigrasi muncul. Pendekatan yang tidak adil hanya akan melahirkan konflik agraria, gesekan sosial, dan mempercepat kerusakan lingkungan,” tegasnya, Sabtu (13/7/2025).

Transmigrasi Disebut Pemindahan Masalah

Menanggapi klaim pemerintah bahwa transmigrasi bertujuan untuk pemerataan pembangunan, Akmal menyebut narasi tersebut menyesatkan. Menurutnya, pemindahan penduduk ke Kalimantan justru memperpanjang ketimpangan antarwilayah.

“Ketimpangan di daerah asal tidak akan selesai hanya dengan memindahkan manusia ke wilayah lain. Pembangunan sejati harus berbasis kebutuhan dan kearifan lokal, bukan sekadar relokasi,” ujarnya.

BACA JUGA :  Pelantikan BEM Uniska MAB 2025: Siap Eskalasikan Gerakan Mahasiswa ke Level Baru

Luka Lama Belum Sembuh

Akmal juga mengingatkan pemerintah pada dampak sosial dari transmigrasi sebelumnya. Ia menyebut, banyak daerah di Kalimantan yang masih menyimpan luka akibat ketegangan budaya, konflik horizontal, dan marginalisasi ekonomi terhadap masyarakat lokal.

“Masyarakat kami seringkali hanya jadi penonton. Kita tidak ingin tragedi sosial itu terulang kembali,” ucapnya.

Empat Tuntutan Utama

Dalam pernyataannya, BEM Se-Kalimantan menyampaikan empat tuntutan kepada pemerintah pusat:

1. Evaluasi menyeluruh terhadap rencana transmigrasi ke Kalimantan;

2. Dialog terbuka dengan masyarakat dan pemangku kepentingan lokal;

3. Kajian sosial dan ekologis independen untuk mengukur dampak program;

4. Perlindungan hak-hak masyarakat adat dan lokal sebagai prinsip utama pembangunan.

Siap Turun ke Jalan

BEM Se-Kalimantan menyatakan akan mengambil langkah tegas jika suara mereka diabaikan. Konsolidasi antarorganisasi mahasiswa disebut tengah berlangsung.

“Jika pemerintah tetap memaksakan kebijakan ini, kami akan menggunakan semua kanal advokasi—akademik, sosial, hingga gerakan massa. Kalimantan bukan korban pembangunan,” tegas Akmal. (Masruni)