KBK.News, MARTAPURA – Naiknya angka stunting di Kabupaten Banjar, dibenarkan oleh Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Jumat (24/5/2024).
Angka stunting di Kabupaten Banjar, sebelumnya 26,4 persen bertambah sebesar 3,7 persen sehingga menjadi 30,1 persen. Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Satgas Percepatan Penurunan Stunting (PPS) Kalsel, Didi Ariady.
“Kenaikan angka stunting atau biasa disebut dengan kasus kekerdilan ini bisa jadi sasarannya kurang fokus yang seharusnya adalah keluarga berisiko stunting,” ujar Didi Ariady.
“Dengan pendekatan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) yaitu ibu hamil dan baduta (0-23 bulan) atau kelebihan pemberian makanan tambahan atau melalui BAAS balita cenderung menjadi kegemukan pengen tinggi tapi malah tumbuh kesamping. Apapun itu harus tepat sasaran,” lanjutnya lagi.
Oleh karena itu, ia menduga ada beberapa kemungkinan terjadinya atas naiknya kasus ini. Pemicunya, sasaran intervensi spesifik dan sensitifnya juga kurang fokus.
Ia juga menekankan, agar konvergensi Tim Percepatan Penanganan Stunting (PPS) di Kabupaten Banjar harus sampai ke tingkat desa dan bahkan sampai terkecil sekalipun yakni keluarga.
“Jadi, perlu dibangkitkan lagi koordinasi, sinergi, dan kolaborasi baik dinas, lembaga serta komunikasi perubahan perilaku kepada masyarakat terkhusus di Kabupaten Banjar,” ungkap Didi.
Saat ini, kata Didi, tak hanya Kabupaten Banjar yang alami naik angka stuntingnya. Melainkan, kabar tak menggembirakan itu juga terjadi secara nasional bahkan cenderung hanya turun 0,1 persen.
“Survey Kesehatan Indonesia (SKI) untuk prevalensi stunting sebelumnya 21,6 persen dan sekarang di tahun 2023 hanya diangka 21,5 persen,” ucapnya.
Maka dari itu, pada Juni mendatang seluruh pemerintah baik provinsi, kabupaten/kota akan mengambil langkah kongkrit yakni melakukan intervensi serentak pencegahan stunting dengan mengkover semua balita lewat program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Keterkaitan ini juga didorong dengan dikeluarkannya Surat Edaran (SE) dari Kemendagri untuk 10 program pasti dalam mengintervensi.
“Kita mulai secara serentak pada Juni 2024. Saat ini juga telah dilaksanakannya rapat konsolidasi regional barat, tengah, dan timur untuk mempersiapkan pelaksanaan kegiatan tersebut,” katanya.
Ia meminta selaku koordinator, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjar harus melakukan evaluasi menyeluruh termasuk apa faktornya sehingga menyebabkan angka stunting naik.
Pak Wapres RI Ma’ruf Amin selaku Ketua Pengarah TPPS Nasional sudah memberikan arahan pada 19 Maret 2024 lalu agar dilakukan evaluasi atas penanganan program dari PPS,” jelasnya.
Adanya kucuran anggaran yang begitu besar dari pusat ke Kabupaten Banjar, lantas stunting belum juga turun, justru tahun ini malah naik? Didi malah mengatakan, tergantung intervensinya apa dan pelaksanaannya bagaimana.
“Implementasinya, koordinasinya, serta pemantauannya. Menurut hasil monitoring kami TPPS-nya selalu hadir dan mengawal setiap kegiatan bahkan sangat aktif, rajin melakukan komunikasi dengan lintas sektoral,” bebernya.
Disinggung soal anggaran penanganan stunting yang mencapai Rp118 miliar? Didi yang sering bertandang mengikuti rapat koordinasi (rakor) percepatan penanganan stunting ke Kabupaten Banjar ini malah tak menahu adanya alokasi tersebut.
“Hah, apa betul sampai segitu (Rp118 M). Saya enggak sampai menyentuh ke sana (anggaran), kalian cek dan ricek anggaranya tersebar di SKPD mana saja dan apa saja kegiatannya. Terus berapa persen untuk PMT yang masuk ke mulut ibu hamil (bumil) dan baduta? Saya tidak tahu itu,” ungkapnya.
Apabila ini benar adanya, ia menyebut, TPPS Kabupaten Banjar harus menggunakan alokasi itu secara tetap sasaran. Bahkan, harus benar-benar menyasar ke daerah terkecil sekalipun.
“Iya, harus dihitung berapa jumlah sasaran balita berisiko stunting, termasuk luas wilayahnya, jumlah balita banyak tersebar di wilayah terpencil yang mungkin luput dari program intervensi stunting,” pungkasnya.