KBK.News, BANJARBARU —Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan menemukan adanya dugaan perjalanan dinas fiktif senilai lebih dari Rp900 juta dalam laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2024.

Dilansir rri.co.id , kasus ini menjadi satu dari 163 temuan masalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, yang total nilainya mencapai Rp86,5 miliar dari hasil audit terhadap 14 pemerintah daerah se-Kalsel.

Perjalanan dinas fiktif tersebut dikategorikan sebagai kerugian daerah, karena menyebabkan berkurangnya kekayaan daerah berupa uang dan barang.

Selain itu, BPK juga menemukan potensi kerugian sebesar Rp13,87 miliar, serta kekurangan penerimaan hingga Rp13,7 miliar.

Kepala Sekretariat BPK Perwakilan Kalsel, Aliansyah, mengungkapkan hasil temuan itu dalam kegiatan Media Workshop bertema “Sinergi BPK dan Media untuk Negeri” di Banjarbaru, Kamis (16/10/2025).

“Dari hasil pemeriksaan terhadap 14 pemda, ditemukan beberapa penyimpangan, termasuk perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan namun tetap dibayarkan,” ujarnya.

BACA JUGA :  Pemuda Dan Mahasiswa Minta KPK Serius Usut Tuntas Kasus Korupsi Di HSU

Ia menambahkan, pihaknya terus mendorong pemerintah daerah menindaklanjuti temuan-temuan tersebut agar tidak berlarut. “Kami berharap administrasi segera diselesaikan agar tidak menjadi temuan berulang,” tegasnya.

BPK juga berencana menggelar pertemuan lanjutan dengan pemerintah daerah untuk mengevaluasi sejauh mana rekomendasi yang sudah ditindaklanjuti. “Kami ingin memastikan rekomendasi yang belum selesai bisa dikurangi,” kata Aliansyah.

Berdasarkan pemantauan Semester I tahun 2025, BPK mencatat total kerugian daerah mencapai Rp503,9 miliar, dengan Rp72,5 miliar di antaranya telah diangsur dan Rp258 miliar sudah dilunasi.

Namun, Rp173,1 miliar lainnya masih belum diselesaikan.

Melalui aplikasi SMART, BPK Kalsel juga memantau tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP). Dari 15.504 rekomendasi, sebanyak 83,06 persen sudah sesuai rekomendasi, 13,42 persen belum sesuai, 0,62 persen belum ditindaklanjuti, dan 2,9 persen tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan sah.

Sumber rri.co.id