KBK.News, MARTAPURA – Seorang kakek berusia 72 tahun asal Pekapuran, Banjarmasin, terpaksa harus berurusan dengan hukum karena dituduh menyerobot tanah seluas 3,4 hektare di Jalan Gubernur Soebardjo, Desa Kayu Bawang, Kecamatan Gambut.
Kakek bernama Kahpi tersebut, diketahui telah dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum 1 tahun penjara. Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Joko Firmansyah, dalam sidang perkara Nomor 252/Pid.B/2024/PN.Mtp di Pengadilan Negeri Martapura, Kamis (21/11/2024) malam.
Atas perbuatannya tersebut, Kahpi yang dikenakan Pasal 385 ayat 1 KUHP oleh Jaksa Penuntut Umum. Hakim ketua Gusti Risna Mariana memberikan kesempatan untuk membela diri dalam sidang selanjutnya, Selasa (26/11/2024).
“Tentu saja saya keberataan dengan tuntutan jaksa, karena saya punya alas tanah itu lebih dulu sejak 1988. Sedangkan pelapor baru 1997,” ujar Kahpi usai sidang.
Sementara itu, Penasehat Hukum Kahpi, Raden Rahmat Dannur menegaskan bahwa penanganan kasus tersebut janggal sejak awal. Semestinya perkara sengketa tanah ini harus diawali sidang perdata.
“Sejak awal kami heran, karena perkara sengketa tanah naik ke persidangan pidana tanpa pembuktian lebih dulu secara perdata soal pemilik tanah yang sah,” tegas pengacara muda ini.
Dannur perpegang kepada Surat Edaran Kejaksaan Agung RI Nomor B230/E/EJP/01/2013 tentang penanganan tindak pidana umum objek berupa tanah, juga Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 1956.
“Dalam aturan itu, sengketa tanah tidak boleh dipidana sebelum dilakukan penyelesaian hak keperdataan untuk menentukan pemilik tanah yang disengketakan,” beber Dannur.
“Coba bayangkan seandainya klien kami diputuskan bersalah dihukum penjara, tetapi di kemudian hari secara perdata klien kami terbukti sebagai pemilik sah tanah,” imbuhnya.
Oleh karena itu, dirinya berharap majelis hakim dalam putusan dapat membebaskan Kahpi atas dasar belum dilakukan pembuktian keabsahan pemilik tanah.