Dalam konteks penegakan hukum, istilah money laundering bukanlah suatu konsep yang sederhana, melainkan sangat rumit karena masalahnya begitu kompleks sehingga cukup sulit untuk merumuskan delik-delik hukumnya (kriminalisasi) secara objektif dan efektif. Hal ini tercermin dari batasan pengertiannya yang cukup banyak dan bervariasi. Batasan pengertian (definisi) yang relatif tidak sama (berbeda-beda) itu juga terdapat pada negara- negara yang sama-sama memiliki ketentuan (Undang-Undang) anti pencucian uang. Demikian juga halnya di antara lembaga dan organisasi internasional yang kompeten di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.3 Begitupun, dalam bahasa yang sederhana dapat dikatakan bahwa “pencucian uang” adalah suatu perbuatan dengan cara-cara yang licik untuk mengaburkan asal-usul uang hasil kejahatan4 supaya hasil-hasil kejahatan itu akhirnya kelihatan menjadi seolah-olah bersumber dari suatu kegiatan usaha yang legal.
Peter Lilley ada mengemukakan bahwa sebagian besar tindak pidana di bidang ekonomi dilakukan untuk memperoleh satu hal, yaitu uang.5 Uang atau dana yang diperoleh dari tindak pidana, yang dalam hal ini tindak pidana tersebut akan menjadi sia- sia belaka kecuali apabila uang hasil tindak pidana (dana ilegal) itu dapat disamarkan atau disembunyikan oleh pelakunya sendiri atau dibantu pihak lain dengan cara “mencucinya” melalui penyedia jasa keuangan (bank dan non-bank) atau menggunakan sarana lainnya, sehingga uang atau dana hasil tindak pidana yang telah berhasil “dicuci” itu menjadi kelihatan seolah-olah bersumber dari suatu kegiatan yang sah. Dalam hubungan ini, suatu analogi yang mungkin tepat untuk menggambar proses pencucian uang adalah sebagaimana teori kimia bahwa “logam dapat diubah menjadi emas”.
Istilah money laundering pertama kali muncul sekitar tahun 1920-an semasa para mafia di Amerika Serikat mengakuisisi usaha mesin pencuci otomatis (Laundromats) setelah mereka mendapatkan uang dalam jumlah besar dari kegiatan ilegal seperti pemerasan, prostitusi, perdagangan minuman keras dan narkoba. Oleh karena anggota mafia ketika itu diminta untuk menunjukkan sumber- sumber dananya yang sangat banyak tersebut, maka mereka melakukan praktik pencucian uang untuk mengaburkan asal-usulnya.
Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan membeli perusahaan yang sah (Laundromats), kemudian menggabungkan uang haram dengan uang yang diperoleh secara sah dari kegiatan usaha Laundromats. Alasan pemanfaatan usaha Laundromats tersebut adalah karena hasil dari tindak pidana yang mereka lakukan sejalan dengan hasil kegiatan usaha Laundromats yaitu berupa uang tunai (cash). Cara seperti itu ternyata memberikan keuntungan besar dan sangat menjanjikan bagi pemimpin gangstar sekaliber Al Capone.
Menurut Billy Steel, money laundering sebagai “sebutan” (istilah) sebenarnya belum lama dipakai. Istilah money laundering pertama kali digunakan pada surat kabar di Amerika Serikat sehubungan dengan pemberitaan skandal Watergate pada tahun 1973. Sedangkan penggunaannya dalam konteks pengadilan atau hukum muncul pertama kali pada tahun 1982 dalam kasus US v $4.255.625,39 (1982) 551 F Supp, 314. Sejak itulah istilah money laundering diterima dan digunakan secara luas di seluruh dunia.
Tetapi sekarang batasan pengertiannya lebih diperluas oleh regulator pemerintah (seperti United States Office of the Comptroller of the Currency), yaitu mencakup setiap transaksi keuangan yang menghasilkan asset atau nilai sebagai akibat dari tindakan ilegal, seperti tindak pidana penghindaran pajak (tax avation). Sekarang aktifitas ilegal praktik pencucian uang diakui berpotensi dilakukan oleh individu, usaha kecil dan besar, pejabat yang korup, anggota kejahatan terorganisir (seperti pengedar narkoba atau mafia) atau sekte-sekte tertentu, dan bahkan negara korup atau institusi-institusi penting melalui jaringan yang sangat kompleks misalnya dengan memanfaatkan shell companies yang berbasis di negara-negara atau
territori surga pajak (offshore tax havens).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian diketahui bahwa kelompok-kelompok kejahatan terorganisir belajar dari satu sama lain. Apakah melalui iklan atau tanpa sengaja, diyakini bahwa kelompok-kelompok kejahatan terorganisir menyebarkan ide-ide masing-masing dalam masyarakat kejahatan internasional yang terorganisir. Dalam hal ini, praktek pencucian uang adalah contoh sempurna, di mana praktek pencucian uang telah menjadi begitu meluas pada kelompok-kelompok kejahatan terorganisir yang hampir tidak mungkin untuk berhenti melakukan kejahatan, terutama dengan adanya internet. Internet bahkan membuat semakin sulitnya untuk mencari tahu siapa di belakang layar.