
(Foto Dok KKJ Sumut)
KBK.News, JAKARTA–Jumat (11/4/2025) pukul 01.45 WIB dini hari, ketika sebagian besar rumah di Gang Musala, Alur Dua Baru, Kecamatan Sei Lepan, masih terlelap dalam diam, rumah kecil milik Joko Purnomo tiba-tiba diterangi kobaran api dan teriakan panik.
Asap pekat menyusup ke dalam kamar, membangunkan Joko dan istrinya, Virda, dari tidur mereka
Di sisi lain kamar, anak ketiga mereka nyaris terjebak di antara api yang menjalar cepat dan kaca jendela yang hancur dilempar bom molotov.
Joko tidak butuh waktu lama untuk memahami: ini bukan kebakaran biasa. Ini adalah pesan. Sebuah ancaman. Upaya membungkam.
Sebagai Kepala Biro media online detiknewstv.com wilayah Langkat, Joko bukan nama asing di kalangan pembaca setia berita investigatif.
Liputannya kerap menyinggung kelompok-kelompok kuat yang berada di balik jaringan narkoba di Langkat. Tulisannya tidak hanya mengungkap, tetapi menelanjangi nama-nama besar yang sebelumnya tak tersentuh.
“Ini bukan pertama kalinya saya merasa diintimidasi,” kata Joko dengan suara tenang namun penuh tekanan. “Tapi baru kali ini, nyawa saya dan keluarga benar-benar di ujung tanduk.”
Menulis dalam Bahaya
Joko tidak memiliki ruang redaksi yang megah atau tim pengamanan. Di rumah itulah, di meja kecil samping ruang tamu, ia merangkai kalimat, mengumpulkan data, menyusun narasi yang berani.
Dalam satu tahun terakhir, setidaknya lima belas nama disebut dalam laporan-laporannya — nama-nama yang, kata Joko, “sering muncul di balik layar kasus narkoba besar di Langkat.”
Teror ini seolah menjawab tulisan-tulisannya. Namun ironisnya, jawabannya bukan sanggahan, bukan bantahan, melainkan kobaran api yang nyaris membakar habis rumah tangga kecil yang hanya ingin menyampaikan kebenaran.
Di Balik Nyali Seorang Wartawan
“Kalau saya berhenti menulis, siapa lagi yang akan bicara?” Joko menghela napas. “Kami di daerah seperti ini sering kali bekerja dalam sunyi. Tidak semua orang paham risiko yang kami hadapi.”
Sementara itu, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumut menyatakan sikap tegas. Mereka menilai serangan terhadap Joko sebagai bentuk nyata pembungkaman kebebasan pers dan ancaman serius terhadap hak publik untuk tahu.“Ini bukan hanya soal Joko. Ini tentang semua jurnalis yang bekerja dengan nyawa di ujung pena,” ujar Array A Argus, Koordinator KKJ Sumut.
Sunyi yang Membara
Setelah api berhasil dipadamkan, yang tersisa di rumah Joko hanyalah dinding yang menghitam, kaca jendela berserakan, dan rasa takut yang belum juga padam. Namun di balik itu, ada juga bara kecil yang justru kian menyala di hati Joko — keyakinan bahwa kebenaran, betapapun berbahaya, layak diperjuangkan.
“Bagi saya, menulis adalah cara untuk tidak diam,” katanya. “Kalau sunyi adalah pilihan para pengecut, maka biarlah tulisan saya jadi suara yang membangunkan mereka.”
Penulis*/ Editor Iyus
(Sumber JakartaSatu)