KBK.News, BANJARBARU — Puluhan mahasiswa dan masyarakat sipil dari berbagai latar belakang menggelar aksi damai di depan Gerbang Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (11/6/2025). 

Mengenakan pakaian serba hitam, peserta membentangkan spanduk merah bertuliskan #SaveMeratus dan #EndCoal sebagai simbol perlawanan terhadap deforestasi dan tambang merusak di Indonesia.

Aksi bertema “Dari Meratus ke Raja Ampat: Stop Deforestasi & Tambang Ugal-ugalan” ini diikuti mahasiswa dari berbagai kampus, pemuda Papua, hingga masyarakat umum. Mereka menyuarakan kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan yang semakin masif di berbagai wilayah, khususnya Papua dan Kalimantan.

Salah satu suara yang mencuri perhatian datang dari Farida Anselmamogan, mahasiswa asal Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan. Ia menyoroti kerusakan hutan di tanah kelahirannya akibat ekspansi perkebunan sawit dan ancaman eksploitasi baru di Raja Ampat.

“Hutan kami habis, digantikan kebun sawit. Sekarang yang kami banggakan tinggal Raja Ampat, dan itu pun mulai diincar. Saya datang ke sini, berpanas-panasan, demi hutan adat kami,” ujar Farida lantang.

BACA JUGA :  Ini 10 Destinasi Wisata di Indonesia Tujuan Utama Wisatawan

Senada dengan Farida, Khafi salah satu orator aksi menegaskan bahwa narasi pembangunan kerap dijadikan kedok untuk melegitimasi perusakan lingkungan.

“Jangan bungkus kejahatan lingkungan dalam kata pembangunan!” tegasnya di tengah orasi.

Aksi ini juga diisi dengan pembacaan pernyataan sikap, aksi teatrikal, dan pertunjukan musik akustik bertema alam dan perjuangan masyarakat adat. Melalui simbolisme dan seni, peserta aksi menyampaikan bahwa perjuangan lingkungan adalah tanggung jawab lintas generasi.

Tiga tuntutan utama yang disuarakan dalam aksi ini adalah:

1. Keadilan ekologis menyeluruh, mencakup penutupan tambang serta pemulihan wilayah yang telah rusak.

2. Penghentian seluruh proyek ekstraktif yang merusak lingkungan dan menggusur rakyat dari ruang hidupnya.

3. Perubahan kebijakan yang berpihak pada kelestarian hidup dan keberlanjutan jangka panjang, bukan semata-mata keuntungan ekonomi.

Aksi ini menjadi bagian dari gelombang suara perlawanan masyarakat sipil yang menuntut negara untuk berpihak pada kehidupan, bukan pada kapital yang merusak bumi. Dari Meratus ke Raja Ampat, suara rakyat semakin menggema. (Masruni)