Delapan Tahun Sertifikat Tanah Tak Kunjung Selesai, Warga Pertanyakan Sistem Kerja BPN Kabupaten Banjar
KBK.News, MARTAPURA – Permasalahan pembuatan sertifikat tanah di Desa Mangkauk dan Lumpangi, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, hingga kini masih menemui jalan buntu. Hal ini diungkapkan oleh Muaddin, selaku kuasa dari pemilik tanah atas nama Sofyan Maksum.
Muaddin mengaku telah mengurus sertifikat tanah tersebut sejak tahun 2017 di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Banjar. Namun hingga 2025, prosesnya belum juga rampung.
“Saya sudah mengurus sejak tahun 2017 di BPN Kabupaten Banjar, sampai hari ini belum ada kejelasan dengan alasan berkas belum lengkap dari BPN,” ujar Muaddin.
Ia menyebut bahwa seluruh berkas sebenarnya sudah lengkap sejak tahun 2018.
“Yang menangani saat itu kalau tidak salah Bapak Said namanya. Kita ketemu terakhir itu di parkiran BPN, katanya sudah selesai tinggal print, berkas sudah lengkap juga. Dan saya waktu itu setelah bertemu di parkiran, saya diminta datang lagi minggu depan, tapi setelah kembali waktu itu Covid-19,” jelasnya.
Pasca pandemi Covid-19, pejabat yang menangani perkaranya ternyata sudah berganti menjadi Ibu Okta.
“Kata Ibu Okta, karena ini sudah lima tahun, harus ada pengukuran lagi. Oke saja, berkas sudah lengkap. Yang terakhir tinggal kwitansi, yang karena di kwitansi itu bernama Lumpangi dan Mangkauk,oleh ibu Okta disuruh ganti dengan”Pengaron. Setelah diganti ternyata Ibu Okta-nya sudah pindah lagi (tidak di BPN Martapura),” katanya.
Yang menjadi pertanyaan, lanjut Muaddin, apakah benar di ATR BPN RI Kabupaten Banjar masih menggunakan sistem manual, menurutnya perlu ada semacam penelusuran ke pihak ATR BPN Banjar.
“Jika ternyata ATR BPN RI Kabupaten Banjar sudah menggunakan sistem modern tentunya semua berkas sudah disimpan di File, maka jika File itu memang ada, maka saya mohon kepada pihak kementerian ATR BPN RI/kementerian Agraria untuk menonaktifkan : ibu Okta dan bapak Riskan,” tuturnya.
Pergantian pejabat yang terus terjadi membuat Muaddin merasa bingung dan kecewa. Ia mempertanyakan sistem kerja di BPN yang menurutnya masih manual, meskipun era sudah serba digital.
“Yang saya bingung sekarang, zaman sudah modern tapi masih pakai manual. Harusnya kan file-nya ada di dalam komputer atau apa,” ucapnya.
Atas ketidakjelasan ini, Muaddin memutuskan untuk berkonsultasi ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjar.
“Sampai hari ini masih menunggu kejelasan dan berharap sertifikat selesai. Saya berharap pejabat sebelumnya( bapak Said harus dihadirkan ke ATR BPN RI Kabupaten Banjar)juga bisa diproses hukum karena saya merasa telah dipermainkan oleh pihak-pihak tersebut. Daripada saya bingung, lebih baik saya masuk ke jalur hukum saja. Kalau ketidakjelasan ini terus berlanjut maka bisa berlanjut ke ranah pidana, dengan terlapor pejabat BPN yang saya rasa mempermainkannya,” tegas Muaddin.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejari Banjar, Robert Iwan Kandun, saat dikonfirmasi, menjelaskan bahwa setelah dipelajari, permasalahan tersebut lebih mengarah ke ranah perdata.

“Ternyata setelah dipelajari, penanganan ini lebih ke perdata, jadi semacam somasi. Benar, si pelapor ini melakukan somasi, dia hanya menembuskan surat untuk diselesaikan barang itu,” jelas Robert.
Ia menambahkan bahwa pihak Kejari sudah memberikan penjelasan kepada pelapor bahwa permasalahan ini bukan termasuk mafia tanah.
“Ketika dikonsultasikan dengan Kasubsi I, anggota kami di intel juga sudah menjelaskan bahwa ini adalah masalah kalian berdua, bukan masalah mafia tanah. Ini benar masalah tanah, tapi somasi. Selesaikan dulu somasinya. Somasi sudah berjalan, nanti kita lihat ada nggak keadaan-keadaan kayak perjanjian sengaja dibuat untuk tipu muslihat, itu bisa nanti masuk pidana umum. Namun untuk sekarang masih perdata,” pungkasnya.