Denny Indrayana Melaporkan Maraknya Dugaan Tindak Pidana Korupsi, Perbankan, Pemilu, dan Perpajakan di Kalimantan Selatan ke KPK, Bawaslu dan OJK, Selasa (25/5/2021).
Menjelang pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan gubernur Kalimantan Selatan pada tanggal 9 Juni 2021, makin banyak peristiwa yang mengindikasikan maraknya korupsi politik. Melihat situasi tersebut, akhirnya Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Nomor 02, Haji Denny-Haji Difri (H2D) memutuskan melaporkan persoalannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Selasa (25 Mei 2021).
Pertemuan awal dilakukan pukul 9 pagi di OJK, selaku pengawas lembaga jasa keuangan dan perbankan tersebut.
“Kami melaporkan berbagai persoalan, diantaranya kredit bermasalah, yang terindikasi menyalahi aturan perbankan diberikan kepada grup usaha yang terafiliasi dengan oligarki politik tambang di Kalimantan Selatan dan Sulawesi. Lebih detail soal ini tidak bisa disampaikan karena menyangkut kerahasiaan informasi perbankan dan lainnya,” jelas Denny Indrayana.
Selanjutnya Denny Indrayana melaporkan permasalahan politik uang dan pelibatan unsur pemerintahan desa, termasuk RT, di wilayah PSU kepada Bawaslu RI. Menurutnya, meskipun ada tantangan soal pembuktian, karena banyak saksi yang takut untuk memberikan keterangan, Ia tetap membawa isu politik uang dan pelibatan aparat pemerintahan ini kepada Bawaslu RI.
“Laporan tidak dilakukan ke Bawaslu Kalsel karena sejauh ini mereka terbukti hanya mendiamkan berbagai pelanggaran tersebut. Tidak profesionalnya Bawaslu Kalsel juga sudah terbukti dengan putusan DKPP RI Nomor 83-PKE-DKPP/II/2021, tanggal 19 Mei 2021, yang memutuskan semua Komisioner Bawaslu Kalsel melanggar etik sebagai pengawas pemilu,” tegasnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara ini menambahkan, bahwa dugaan pelanggaran politik uang dan pelibatan aparat pemerintahan yang TSM (Terstruktur, Sistematis dan Masif) dilakukan oleh Paslon Nomor 1 Sahbirin-Muhidin. Hal tersebut telah sejak lama dilakukan, dan karena itu seharusnya sudah sejak awal didiskualifikasi sebagai paslon Cagub-Cawagub Kalsel. Menurutnya, melaporkan persoalan ini ke Bawaslu RI sebagai ikhtiar kesekian kalinya untuk tetap menjaga Pilgub Kalsel yang jujur, adil, dan demokratis.
Pendiri Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada ini selanjutnya melaporkan beberapa kasus dugaan korupsi di Kalsel ke KPK. Di KPK, ungkap Denny pihaknya mempertanyakan laporan sebelumnya terkait korupsi program penghijauan oleh Dinas Kehutanan, Pemprov Kalsel pada tahun 2017, yang telah dilaporkan pada tahun 2019 lalu. Tetapi, laporan tersebut, hingga saat ini belum ada perkembangannya.
Pada kesempatan ini, Haji Denny juga mempertanyakan kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Johnlin Baratama sehubungan dengan penggelapan pajak yang belum menyentuh pemberi suap.
“Kami juga melaporkan banyaknya dugaan korupsi lainnya di Kalsel, salah satunya di kawasan Kiram dan Gunung Mawar, Kabupaten Banjar. Kawasan wisata yang infrastruktur dan fasilitasnya sangat bagus tersebut, terindikasi korupsi karena banyaknya benturan kepentingan,” tukas mantan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum bentukan Presiden SBY ini.
Paslon Gubernur Kalsel Ini juga menjelaskan, lahan di lokasi tersebut seharusnya kawasan hutan lindung, tetapi dialihkan menjadi pariwisata, bahkan dibangun masjid bambu dengan anggaran hampir Rp 12 miliar, meskipun kebutuhan masjid demikian di wilayah yang sepi penduduk tersebut tentu patut dicurigai dan menimbulkan banyak pertanyaan.
“Singkatnya, kami melihat ada dugaan tindak pidana korupsi, perbankan, pemilu bahkan perpajakan yang masif di Kalimantan Selatan yang melibatkan oligarki politik setempat. Semuanya itu berkait erat dengan harus terjaganya PSU Pilgub Kalsel yang jujur dan adil pada tanggal 9 Juni nanti. Kami meminta aparat berwenang, KPK, Bawaslu, dan OJK untuk mengambil langkah penindakan hukum yang tegas dan efektif, demi menyelamatkan alam dan masyarakat Kalimantan Selatan,” pungkas ayah 3 anak kelahiran Pulau Laut,Kotabaru ini.