Site icon Kantor Berita Kalimantan

Denny Indrayana : Pencabutan Izin Pengelolaan Sumber Daya Alam Jangan Disusupi Kepentingan Koruptif Oligarki

Denny Indrayana

Denny Indrayana

JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengingatkan pencabutan ribuan perizinan sumber daya alam jangan disusupi kepentingan koruptif oligarki atau hanya tukar pemain saja, Senin (10/1/2022).

Pencabutan ribuan izin usaha pertambangan (IUP), Hak Guna Usaha (HGU), dan Hak Guna Bangunan (HGB) oleh Presiden Joko Widodo baru-baru ini mendapat sorotan dari berbagai pihak. Sorotan juga datang Guru Besar Hukum Tata Negara, sekaligus Senior Partner Integrity Law Firm, Denny Indrayana. Menurutnya konstitusionalitas dan legalitas pencabutan ribuan izin tersebut harus terjaga.

Sebelumnya, ungkap Denny pemerintah menyampaikan alasan pencabutan ribuan izin tersebut dalam rangka mempercepat investasi, karena banyaknya izin yang terbengkalai sehingga tidak produktif. Selain itu, pencabutan dilakukan dalam rangka menegakkan kembali Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Denny memandang jika tindakan Pemerintah yang mencabut ribuan izin dengan semangat menegakkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, maka layak diapresiasi. Namun ia juga mengingatkan jangan sampai pencabutan izin ini ditunggangi oleh oknum tertentu, sehingga hanya menjadi ajang tukar pemain.

“pencabutan izin harus untuk menjaga kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana amanat konstitusi kita. Jangan ada kepentingan pemodal besar, kepentingan oligarki koruptif dalam kebijakan negara tersebut,” jelasnya.

Kekhawatiran tersebut, kata mantan Wamenkum HAM di Era SBY ini, bukan tanpa dasar, pasalnya keberpihakan negara dalam pengelolaan sumber daya alam seringkali dipertanyakan.
Sebut saja perubahan UU Minerba yang menjamin perpanjangan izin otomatis bagi pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), hal tersebut tentu sangat mengistimewakan perusahaan besar dibanding kepentingan rakyat.

“Beruntung, aturan itu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.

Selain itu, tambahnya lagi, latar belakang pemerintah melakukan pencabutan karena alasan banyaknya izin yang terbengkalai juga disoal. Pasalnya, terdapat perusahaan yang telah memenuhi aspek legalitas dan telah berproduksi, juga turut dicabut.

“Jangan sampai perusahaan kecil yang tidak punya proteksi dari penguasa, yang sudah melalui proses berliku untuk mendapatkan izin dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur perundang-undangan, menjadi korban,” ujar pendiri Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM ini.

Jika pencabutan perizinan dilakukan dengan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, termasuk jika melanggar peraturan perundang-undangan, beber Denny, maka pihak yang dicabut izinnya dapat mengajukan gugatan pembatalan pencabutan tersebut ke pengadilan tata usaha negara.

“Pencabutan ribuan perizinan ini harus sangat hati-hati dan sesuai prinsip good governance,” pungkas aktivis anti korupsi ini.

 

Exit mobile version