KBK.News, MARABAHAN — Kasus dugaan mafia tanah yang menyeret nama Kepala Desa Lokrawa, Abdul Kadir, kembali mencuat setelah enam tahun tanpa kejelasan.

Kuasa hukum pelapor, Enis Sukmawati dari Kantor Hukum Nenggala Alugoro, mendesak agar institusi penegak hukum menindaklanjuti perkara yang terkesan mandek sejak 2019.

Dalam rilisnya, Kamis (7/8/2025), Enis menyampaikan bahwa pihaknya telah melayangkan surat resmi permohonan perkembangan perkara dan permintaan pengawasan atas penanganan kasus tersebut.

Surat ditujukan kepada Kapolda Kalsel, Kejaksaan Negeri Batola, Kejati Kalsel, Kejaksaan Agung RI, serta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

“Penetapan tersangka sudah dilakukan, tapi proses hukumnya stagnan. Ini bertolak belakang dengan semangat pemberantasan mafia tanah yang digaungkan pemerintah,” tegas Enis.

Kasus ini bermula dari Laporan Polisi Nomor LP/95/IX/2019/Kalsel/Res Batola terkait dugaan penerbitan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang oleh Abdul Kadir selaku Kades Lokrawa.

Meski status tersangka telah ditetapkan, tak ada tindak lanjut berarti yang menunjukkan progres hukum.

Enis juga menyinggung aspek perdata yang kini bergulir di Pengadilan Negeri Marabahan melalui perkara No. 1/Pdt.G/2025/PN.Mrh.

BACA JUGA :  Miris! PN Banjarmasin Salah Ketik Salinan Putusan, Perempuan Pemilik Tanah Sah Dipidanakan

Dalam putusan sementara, Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 101 Tahun 2005 milik kliennya dinyatakan tidak sah, sementara tiga SHM baru tahun 2017 (No. 00508, 00509, 00510) dianggap sah, meskipun didasarkan pada SKT yang keabsahannya tak pernah terbukti di pengadilan.

“Ini bukan sekadar sengketa lahan biasa, melainkan indikasi kuat adanya mafia tanah yang bekerja secara sistematis. Bila praktik seperti ini dibiarkan, maka akan menjadi ancaman serius terhadap sistem hukum dan kepastian hak atas tanah rakyat,” ujar Enis.

Menurutnya, jika dokumen bisa dimanipulasi dan proses hukum bisa dipengaruhi, maka yang dipertaruhkan bukan hanya hak milik warga, tetapi juga wibawa institusi negara.

“Masyarakat berhak mendapatkan perlindungan hukum. Bila praktik kotor ini terus dibiarkan, kepercayaan terhadap negara akan terkikis,” imbuhnya.

Kuasa hukum berharap Kompolnas dan lembaga penegak hukum lainnya segera memberikan klarifikasi dan mengambil langkah tegas dalam menuntaskan perkara ini secara transparan dan berkeadilan.

*/