KBK- Banjarmasin : Tidak sedikit orang dengan profesi yang ia miliki rela melanggar norma hukum dan etika profesi hanya, karena segepok uang (11/06/2018).
Sangat memprihatinkan dan menyedihkan sekali, sebab dewasa ini tidak tua, tidak muda banyak yang melacurkan diri dan profesi mereka karena kebutuhan materi yang rakus. Sebagian diantara mereka ini bahkan tanpa malu mengatakan apa yang dilakukan adalah “Maju Tak Gentar Membela Yang Bayar” dan ini sudah terjadi diberbagai profesi. Sebutlah mereka oknum penegak hukum, oknum aktivis atau penggiat diberbagai bidang ormas, bahkan juga oknum wartawan dan lainnya.
Khusus mengenai oknum-oknum wartawan , hal itu sudah biasa terjadi dan terlihat langsung dari produk berita yang disampaikan ke masyarakat. Oknum wartawan sampai ke jejaring diatasnya tidak luput dari maju tak gentar membela yang bayar ini akan jelas terlihat dalam menampilkan fakta dan data dalam sebuah pemberitaan. Kesan memihak dan berpihak, namun tidak didukung fakta sebenarnya dilapangan sering terjadi. Misalnya, selalu baik berita untuk A, tetapi selalu jelek untuk B, karena A membayar dan B tidak membayar untuk peliputan berita dan lainnya.
Propaganda kelompok A selalu ditulis dengan hurup besar dengan space halaman yang besar,namun untuk B hanya diberi space atau ruang sedikit sekali. Hal seperti ini juga terjadi pada oknum -oknum yang memiliki ormas atau LSM, sebab mereka ini tidak jarang siap melakukan unjukrasa atau demo dan Maju Tak Gentar Membela yang Bayar.
PENGALAMAN DILAPANGAN DAN TANGGAPAN SOSIOLOG
Belajar dari pengalaman. Beberapa waktu yang lalu Ketua Walhi Kalsel, Kisworo mengatakan ia ditanya mengapa kegiatan Walhi Kalsel yang menggugat pidana Pemerintah atau Kementerian ESDM terkait Izin pertambangan di Gunung Meratus tidak ramai, bahkan boleh dikatakan tidak ada beritanya ? Kisworo dengan santai saja menjawabnya dengan balik bertanya.
“Media apa langganan kalian untuk membaca ? Kalau media yang dimiliki penguasa atau pengusaha, dan pemilik modal, ya jelas tidak ada beritanya,” ujar dengan nada santai.
Fenomena maju tak gentar membela yang bayar juga telah disampaikan Sosiolog yang juga Rektor Universitas Ibnu Khaldun Jakarta, Muslih Umar Ph.D. pada saat menjadi saksi ahli di PTUN Banjarmasin. Menurutnya, sebagian besar aksi demo di berbagai daerah hanya menggunakan masyarakat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
“Hal itu bisa digerakkan penguasa atau pemilik modal. Yang menjadi korban adalah masyarakat itu sendiri, karena para penguasa dan pemilik modal punya kepentingan sendiri. Namun, setelah misi atau tujuannya tercapai, masyarakat bisa ditinggalkan,” tegasnya.
Belajar dari fenomena maju tak gentar membela yang bayar (bukan yang benar), ada baiknya masyarakat untuk lebih teliti dalam menilai sebuah pemberitaan dan media yang mengeluarkan berita. Masyarakat bisa lebih cek dan ricek lagi sumber lainnya, agar punya pembanding dalam mencari fakta dan data yang lebih akurat dan bisa menjadi rujukan. Selain itu ada baiknya juga melihat latar belakang perusahaan media dan wartawannya dilapangan, sebab hal ini biasanya akan berbanding lurus dengan apa yang mereka lakukan.
Maju tak gentar membela yang bayar tidak mustahil akan terjadi pada Pilkada, Pemilu,dan Pilpres, sehingga perlu kearifan masyarakat untuk bersikap dalam menghadapi persoalan seperti ini.
Selain itu tidak jarang juga kita temukan informasi bohong atau hoax, bahkan fitnah diberbagai media, dan yang terbanyak melalui jejaring sosial atau medsos. Informasi seperti ini juga tidak sedikit dilakukan karena dibayar. Ingat kasus Saracen yang ditangani oleh pihak Cyber Crime Mabes Polri. Terkait hal ini, ada baiknya kita semua untuj lebih bijak dan cerdas dalam menyikapinya.
Photo : Pemburu Ilmu
Opini. :