Fenomena munculnya para pembangkang dan pembelot dari kebijakan partai pada pilkada serentak terjadi dan sebagian diantaranya dijatuhi sanksi dengan pemecatan dan pencabutan KTA, Sabtu (10/10/2020).
Sejumlah politisi dipecat partainya, karena membelot dan membangkang instruksi partai dalam mendukung calon kepala daerah. Contohnya, Ketua DPD Partai Gerindra Kabupaten Tanah Datar Edi Arman, kemudian PDIP memecat Bupati Semarang Mundjirin dan anaknya, Biena Muwatta Hatta anggota DPRD Kabupaten Semarang.
Lalu bagaimana dengan pilkada serentak di Kalimantan Selatan ? Sebab, beredar rumor dan dugaan sejumlah politisi yang duduk di DPRD juga melakukan pembangkangan dengan mendukung paslon yang tidak diusung partainya.
Fenomena kader atau anggota partai politik membelot dan membangkang sudah biasa terjadi, tetapi tidak semuanya dijatuhi sanksi oleh partainya. Hal inilah yang diduga membuat sejumlah politisi berani melawan kebijakan partai, khususnya pada pilkada serentak.
Pengamat Politik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin menyatakan, fenomena pilihan dukungan partai yang berbeda dengan kader adalah hal biasa dan wajar terjadi. Hal ini bisa terjadi akibat para kader punya relasi yang kuat dengan paslon kepala daerah sebelum adanya penetapan dukungan oleh partai politik.
“Saya kira, keliaran dukungan (pembakangan) ini wajar terjadi, ketika komunikasi politik antara pendukung dan kandidat sangat intens. Relasi struktural partai tingkat keeratannya berbeda, seperti keeratan kader dengan partai, dan dengan paslon kepala daerah,” ucapnya, Minggu (11/10/2020).
Ketika elit struktur partai memilih paslon kepala daerah A dan realitas ditingkat kader dan simpatisan banyak mendukung B, maka disinilah yang akhirnya membuat pilihan yang berbeda.
“Massive-nya komunikasi politik sebelum penetapan dukungan partai, dan terkadang di tingkat elit partai tidak mampu menjembatani apa keinginan kader atau pendukung dan keinginan yang mengorder partai (paslon kepala daerah -red),” tegas Taufik Arbain.
Pengamat politik dan juga Dosen ULM Banjarmasin Fahriannoor juga menyampaikan pandangannya terhadap fenomena membelot dari kebijakan partai ini. Menurutnya fenomena tersebut memang seringkali muncul pada setiap pilkada serentak.
Secara kepartaian para kader memang terikat pada paslon tertentu, tetapi pada prinsipnya hari nurani mereka tidak terikat dengan paslon yang ditetapkan. Faktor penyebabnya bisa diakibatkan soliditas komitmen dari paslon atau timsesnya, dan bisa juga akibat dukungan tidak sepenuh hati.
Hal tersebut, ungkap Fahri, mengakibatkan perjuangan menjadi tidak maksimal. Hal ini tidak baik dan kurang menarik dalam etika politik, sebab tidak menjalankan garis komando politik.
Fahriannoor menegaskan, menyikapi fenomena tersebut harus ditanggulangi oleh paslon kepala daerah. Hal itu bisa dilakukan dengan memaksimalkan upaya dan komitmen dengan partai politik Fenomena.
“Ketika terjadi kurang mendukung dibawah atau tingkat grass root partai maka akan berdampak pada perolehan suara. Hal semacam ini harus ditanggulangi oleh paslon, artinya komitmen menjadi daya ujur bagi timses yang berlatar belakang partai politik,” pungkasnya.