Film “Pengepungan di Bukit Duri” Karya Joko Anwar Viral: Thriller Sosial-Politik yang Mengguncang Emosi Publik

HIBURAN133 Dilihat

KBK.News, JAKARTA — Sutradara kenamaan Joko Anwar kembali mengejutkan publik dengan karya terbarunya, Pengepungan di Bukit Duri, yang resmi tayang di bioskop pada 17 April 2025.

Film ini langsung viral di media sosial berkat tema yang berani, sinematografi mencekam, dan alur cerita yang memukul emosi penonton.

Berlatar di tahun 2027, film ini mengikuti kisah Edwin (diperankan Morgan Oey), seorang guru seni keturunan Tionghoa yang ditugaskan mengajar di SMA Duri, sebuah sekolah bermasalah di kawasan Jakarta Timur.

Kedatangannya di sekolah itu bukan hanya karena tugas, tetapi juga demi mencari keponakannya yang hilang.

Situasi berubah drastis ketika sekolah tersebut dikepung oleh sekelompok siswa brutal yang dipimpin oleh Jefri (Omara Esteghlal), memaksa Edwin berjuang bertahan hidup di tengah kekacauan yang kian memuncak.

Tak sekadar thriller, Pengepungan di Bukit Duri menyentuh isu-isu sensitif seperti diskriminasi rasial, kekerasan institusional, dan trauma kolektif.

Joko Anwar berhasil membungkus kritik sosial dalam narasi yang padat dan intens, membuat film ini terasa lebih nyata dan menyesakkan dibanding film horor biasa.

Respons publik sangat antusias.

Di X (dulu Twitter), tagar #PengepunganDiBukitDuri menjadi trending topik nasional dalam dua hari berturut-turut.

Banyak penonton menyatakan bahwa film ini “terlalu nyata untuk dinikmati,” namun “terlalu penting untuk dilewatkan.” Ulasan kritikus juga tak kalah kuat.

Kompas dan CNN Indonesia menyebut film ini sebagai “salah satu karya paling mengguncang dari Joko Anwar,” dengan akting Morgan Oey yang “menyentuh dan sangat manusiawi.”

Film ini diproduksi oleh Come and See Pictures dan Amazon MGM Studios, menandai debut kolaborasi internasional Joko Anwar dalam proyek sinema sosial-politik. Selain Morgan dan Omara, turut bermain pula Hana Pitrashata Malasan sebagai Diana, rekan guru yang menjadi satu-satunya sekutu Edwin di tengah pengepungan brutal.

Proses produksi dilakukan secara intens dan selektif. Pemilihan pemain dilakukan selama empat bulan dengan pendekatan psikologis mendalam untuk memastikan karakter-karakter dalam film mampu mencerminkan kompleksitas tema yang diangkat.

Pengepungan di Bukit Duri bukan hanya film, melainkan pernyataan sosial. Ini adalah ajakan untuk menghadapi luka sejarah dan kekerasan yang kerap disembunyikan dari narasi resmi. Film ini membuat penontonnya merenung: apakah kita benar-benar telah sembuh dari trauma sosial kita?

Penutup:

Dengan gaya khasnya yang gelap dan tajam, Joko Anwar kembali menunjukkan bahwa film Indonesia bisa menyuarakan hal-hal penting secara berani dan elegan. Pengepungan di Bukit Duri tidak hanya layak ditonton, tetapi juga layak didiskusikan. Ini adalah film yang mengguncang, memancing dialog, dan meninggalkan bekas mendalam.

Penulis * / Editor : Iyus

(Berbagai Sumber)

 

About Post Author