KONAWE – Forkam-HL desak ada tindakan hukum tegas atas dugaan penambangan ilegal yang dilakukan PT Antam dan LAM, karena merambah hutan dan merugikan negara, Jumat (18/3/2022).
Aktivitas pertambangan PT. Aneka Tambang (Antam) Tbk yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Konawe Utara kembali menjadi sorotan.
Hal tersebut terkait adanya laporan dari kelompok masyarakat tentang dugaan PT. Antam terlibat dalam penambangan ilegal dan perambahan hutan. Lokasi pertambangan yang dilaporkan di eks Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT. KMS 27, di Desa Puusuli, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Laporan tersebut disampaikan Forum Kajian Masyarakat Hukum dan Lingkungan (Forkam-HL) Sulawesi Tenggara (Sultra), bahkan juga sudah sampai ke KPK. Selain itu juga disampaikan taksiran kerugian negara, hingga ratusan miliar rupiah.
Perwakilan Forkam-HL Sultra, Agus Darmawan kepada awak media, Rabu (16/3/2022), mengungkapkan bahwa penambangan di kawasan hutan tersebut, diduga sengaja dibiarkan oleh aparat penegak hukum. Pembiaran juga diduga dilakukan PT. Antam selaku pemegang IUP berdasarkan putusan MA nomor 225.
Aktivitas merambah kawasan hutan tersebut, ungkap Agus, dilakukan sejak September 2021 hingga saat ini. Dari kegiatan itu, ditaksir telah terjual ratusan ribu metrik ton.
“Tidak benar PT Antam tbk tidak mengetahui hal itu. Bahkan kami menuding PT Antam dan PT LAM melakukan pembohongan publik dan terkesan menutup fakta-fakta sebenarnya,” jelasnya.
Agus juga membeberkan, bahwa PT. Antam Tbk beraktivitas pasca Putusan Mahkamah Agung RI No.225 K/TUN 2014 dan telah menunjuk PT. LAM sebagai kontraktor untuk melaksanakan kegiatan penambangan. Hal itu ditandai dengan terbentuknya KSO MTT, sehingga pihaknya dapat mengatakan, bahwa seluruh aktivitas penambangan yang dilakukan di Blok Mandiodo atas kordinasi PT. Antam.
“PT. Antam melakukan kegiatan penambangan di Desa Puusuli yang merupakan wilayah hutan produksi terbatas, tanpa mengantongi IPPKH pada titik kordinat 3 32’ 4,77” LS 122 9’ 47,66” BT dan tanpa Rencana Kegiatan Anggaran Biaya (RKAB),” ujarnya.
Menurut Agus Darmawan, pihaknya menduga ada keterlibatan PT. Antam Tbk atas perambahan kawasan hutan
Hal itu ditandai dengan Surat Perintah Tugas Polres Konawe Utara untuk membongkar palang hauling PT. KMS 27 dengan nomor surat: Sprin. Gas/239.a/XII/2021/sat Reskrim.
“Surat tersebut berawal dari laporan Rusdi selaku salah satu karyawan PT. Antam Tbk pada tanggal 15 desember 2021 tentang tindak pidana menghalang-halangi kegiatan pertambangan,” tandasnya lagi.
Atas laporan tersebut, Polres Konawe Utara dengan beberapa karyawan PT. Antam Tbk melakukan pembongkaran paksa. Kejadian ini sempat diabadikan dalam video berdurasi satu menit lima belas detik, memperlihatkan dengan jelas salah satu karyawan PT. Antam dengan tegas mengatakan, perusahaannya bertanggung jawab atas pembongkran palang houling menuju lokasi penambangan di Kawasan hutan.
Pada kesempatan lain, setelah pihak PT. KMS 27 melakukan pemalangan jalan menuju IPPKH miliknya, lagi-lagi terlihat dalam video berdurasi dua menit lima puluh detik, karyawan PT. Antam Tbk mengatakan, bahwa perusahannya bertanggung jawab atas pembongkaran palang jalan houling tersebut.
Secara nyata tujuan pembongkaran palang tersebut, agar kontraktor dapat melakukan penambangan di wilayah kawasan hutan yang terus dilakukan hingga saat ini.
Iqbal selaku Dewan Penasehat Forkam-HL Sultra, menambahkan terkait soal pernyataan pihak PT. TPI yang menyatakan tidak ada kerja sama dengan PT. LAM, bisa jadi benar. Namun saat pihak PT. TPI dikonfirmasi di kantornya, Desa Mowundo, Kecamatan Molawe, bulan November 2021 lalu, perusahaan mengaku melebur menjadi LAM 1 , LAM 2 dan LAM 3.
“Atas pembagian LAM 1 , 2 dan 3 ini yang seharusnya di klarifikasi oleh PT. LAM tentang kebenaran informasi tersebut bukan digiring seolah-olah PT. LAM cuci tangan soal aktivitas perambahan kawasan hutan di wilayah IUP PT. Antam dan IPPKH KMS 27.
“Nda mungkin PT. Antam dan PT. LAM tidak mengetahui siapa yang lakukan penambangan di lokasi itu dan tidak mungkin dilakukan oleh orang perorang melainkan dilakukan oleh badan hukum,” kata Iqbal.
Pada kesempatan, ungkap Iqbal, pihaknya meminta APH untuk mengusut tuntas perambah kawasan hutan di Konawe Utara.
“Apapun alasannya merambah kawasan hutan tanpa izin adalah merupakan tindak pidana dan harus mendapatkan hukuman sesuai perundang-undangan yang berlaku,”pungkas Iqbal