
KBK.News, MARTAPURA – Proyek pembangunan gedung dua lantai Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sungkai 1 di Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Banjar, ternyata dibangun tanpa menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Gedung yang hampir ambruk itu diduga kuat dibangun tanpa mengindahkan peraturan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang bangunan gedung. Yang menjadi sorotan utama: Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Banjar diduga gagal dalam perencanaan dan pengawasan awal proyek yang seharusnya mengutamakan keselamatan siswa.
“Untuk kajian bangunan SDN Sungkai 1 sudah dilakukan pada 2023 lalu, dan finalisasi laporannya pada tahun 2024. Tim Profesional Ahli (TPA) pun diterjunkan berdasarkan permintaan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Banjar,” ujar Kepala Bidang Penataan Ruang dan Wasbang Dinas PUPRP, Yudi Riswandi, pada Kamis (10/4/2025).
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Disdik Banjarlah lah pihak yang pertama kali memegang kendali penuh atas proyek, termasuk menunjuk konsultan perencana dan menentukan kelayakan pengembangan gedung menjadi dua lantai.
Namun ironisnya, kerusakan struktural justru baru terdeteksi setelah bangunan menunjukkan gejala fisik yang mengkhawatirkan.
Berdasarkan hasil evaluasi Tim Profesional Ahli, bangunan tersebut mengalami keretakan pada elemen struktur hingga akhirnya dinyatakan tidak aman dan tidak layak difungsikan.
Ini menunjukkan adanya kegagalan fatal dalam proses awal, khususnya dalam perencanaan dan asesmen teknis sebelum pembangunan dimulai.
“Kebetulan proses kajian dilaksanakan sebelum saya menjabat sebagai Kabidnya. Tapi untuk kegiatan pengawasan bangunan secara visual saban tahunnya sudah dilaksanakan, baik berdasarkan hasil inspeksi mendadak (sidak) setiap tahunnya atau pun permintaan,” tuturnya.
Namun saat ditanya lebih lanjut tentang proses perencanaan peningkatan dari satu lantai ke dua lantai, Yudi mengaku tidak mengetahui secara rinci. Ia menyebut bahwa itu merupakan kewenangan penuh Disdik.
“Mungkin Disdik memiliki konsultan perencana yang menjamin bangunan tersebut layak ditingkatkan menjadi dua lantai, karena itu kewenangan mereka. Kita hanya melakukan kajian dan penilaian terkait penyebab keretakan saja, dan dinyatakan tidak aman,” jelasnya.
Pernyataan ini terkesan telah memperjelas lemahnya koordinasi lintas sektor serta minimnya keterlibatan pengawasan teknis sejak awal proyek.
Temuan Tim Ahli Bangunan Gedung dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) memperkuat dugaan adanya kelalaian serius. Evaluasi terhadap mutu beton menunjukkan bahwa semua elemen struktur—kolom, balok, hingga sloof—tidak memenuhi standar SNI.
Mutu beton yang semestinya mencapai minimal 17 MPa untuk bangunan umum dan 21 MPa untuk struktur SRPMK, ternyata jauh di bawah standar berdasarkan hasil uji Ultrasonic Pulse Velocity dan Hammer.
Tak hanya itu, daya dukung fondasi eksisting juga tidak memenuhi syarat aman. Struktur bawah menunjukkan deformasi yang menyebabkan perbedaan elevasi lantai, sementara kuat tekan beton juga tidak lolos uji teknis.