KBK.NEWS JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak wakil rakyat di DPR menghentikan revisi UU TNI, sebab prosesnya dilakukan secara tertutup, tidak partisipatif, dan rawan politik transaksional, Rabu (19/3/2025).
“Anggota militer aktif kembali ke barak dan tidak menempati jabatan sipil guna mencegah konflik kepentingan dan menghilangkan impunitas,” demikian dikutip dari siaran pers ICW.
Sepanjang 2014-2025, ICW mencatat adanya 8 kasus korupsi yang melibatkan 15 anggota militer, baik purnawirawan maupun tentara aktif.
Data ICW menyebutkan jumlah kasusnya kecil, namun nilai kerugian negara akibat korupsi ini mencapai Rp24,76 triliun. Jumlah tersebut 50 persen dari total kerugian negara akibat vonis korupsi tahun 2022 yang melibatkan 2.249 terdakwa.
Selain itu, kasus korupsi militer juga disertai suap senilai Rp89,35 miliar. Dari 15 pelaku, 13 orang berpangkat perwira, sementara 2 lainnya merupakan bintara.
Proses Hukum dan Dugaan Impunitas dalam Kasus Korupsi Militer
Dari 15 tersangka, 10 di antaranya telah diproses hingga tahap persidangan. Pengadilan Militer menangani 6 anggota militer, sementara 4 lainnya disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Namun, 5 anggota militer dihentikan kasusnya oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, dengan alasan kurangnya alat bukti. Empat dari lima anggota yang perkaranya dihentikan merupakan perwira tinggi.
Salah satu kasus yang dihentikan ini terkait pengadaan helikopter AgustaWestland (AW)-101, meskipun pelaku sipil dalam kasus yang sama telah divonis 10 tahun penjara.
ICW menyoroti potensi impunitas dalam kasus ini, karena penghentian perkara diduga sebagai upaya melindungi pihak tertentu.
Pengadilan Sipil Lebih Tegas Dibanding Militer
ICW juga mencatat bahwa pengadilan militer cenderung memberikan vonis lebih ringan dibanding pengadilan sipil.
Pengadilan Tipikor menjatuhkan rata-rata hukuman 16 tahun penjara bagi anggota militer yang terlibat korupsi. Pengadilan Militer hanya memberikan rata-rata vonis 9 tahun.
Meskipun ada vonis seumur hidup terhadap Teddy Hernayadi dalam kasus korupsi alutsista Kementerian Pertahanan, ICW menilai masih ada disparitas hukuman dan tebang pilih dalam penegakan hukum.
Contohnya, dalam kasus suap proyek pengadaan di Basarnas, Jenderal Henri Alfiandi hanya divonis 2 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
Revisi UU TNI Dinilai Berpotensi Perburuk Pemberantasan Korupsi
Di tengah seriusnya kasus korupsi di tubuh militer, revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh DPR dan Pemerintah justru dinilai tidak membawa perbaikan dalam pemberantasan korupsi.
ICW menilai revisi yang dilakukan secara tertutup dan tidak partisipatif dapat membuka ruang bagi politik transaksional serta memperkuat impunitas militer dalam kejahatan di wilayah sipil.
Alih-alih memperkuat profesionalisme TNI, revisi ini berpotensi menciptakan konflik kepentingan, di mana anggota militer tetap bisa menduduki jabatan sipil tanpa pengawasan yang ketat.
Sumber : inibalikpapan.com