LOMBOK – Usulan Menteri Agama Republik Indonesia Yaqut Cholil Qoumas kepada komisi VIII DPR RI agar ongkos haji tahun 2023 dinaikan menjadi Rp 69 juta menurut IHUW harus ditolak, sebab alasannya tidak berdasar, Rabu (25/1/2023).
Hal tersebut disampaikan pendiri Indonesian Hajj and Umroh Watch (IHUW) Dr. TM. Luthfi Yazid, S.H., LL.M. Menurutnya Kementerian Haji dan Umrah kerajaan Saudi Arabia mengumumkan paket haji tahun 2023 turun sebesar 30 persen lebih murah dibandingkan tahun 2022, namun anehnya pemerintah Indonesia justru mau menaikan ongkos haji.
” Bisa dibayangkan kalau misalnya seseorang yang dipanggil untuk melaksanakan haji pada tahun 2023, akan tetapi tiba – tiba dari jumlah setoran ONH Rp 25 juta harus menambah uang yang begitu besar sehingga mencapai 69 juta rupiah. Kalau dia tidak bisa memenuhi 69 juta rupiah, tidak bisa berangkat, maka uangnya mengendap tetap di bank atau rekening Kementerian Agama Republik Indonesia,” jelas pendiri Indonesian Hajj and Umroh Watch (IHUW).
Kemudian Lutfi Yazid memaparkan sejumlah alasan mengapa usulan Menag Yaqut Cholil Qoumas harus ditolak.
1. Didalam undang- undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh pada pasal 2 disebutkan bahwa penyelenggaraan ibadah haji dan umroh itu harus berasaskan transparansi dan akuntabilitas. Ini artinya bahwa setiap penyelenggaraan ibadah haji termasuk juga jika ada kenaikan biaya haruslah transparan dan akuntabel. Ini adalah asasnya dan artinya juga harus ada penjelasan secara rinci tentang biaya Rp 69 juta tersebut untuk apa saja dan untuk komponen apa saja? Termasuk juga memberikan waktu yang cukup, waktu yang memadai kepada stakeholders, kepada jamaah untuk mempertimbangkan atau memberikan masukan terhadap adanya usulan kenaikan biaya haji tersebut.
Menteri Agama mengajukan usulan kenaikan ongkos haji kepada DPR RI untuk mendapat persetujuan. Selambat– lambatnya dalam waktu 60 hari DPR RI harus menyetujui usulan pemerintah tersebut. Hal ini disebutkan dalam pasal 47 ayat 1 Undang– Undang No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Waktunya sangat pendek bahkan kurang dari dua bulan dari sekarang. DPR RI harus sudah menyetujui atau tidak menyetijui usulan pemerintah tersebut. Artinya sebelum bulan ramadhan tahun ini DPR harus memberikan sikapnya. Didalam pasal 47 ayat 2 disebutkan, apabila biaya perjalanan ibadah haji tersebut tidak disetujui oleh DPR, maka yang berlaku adalah BPIH atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji sebelumnya.
2. Sekarang bolanya ada di DPR RI, Komisi 8. Ada sembilan fraksi yang ada di komisi VIII. Dengan ini kita mendesak kepada komisi VIII DPR RI untuk menolak atau tidak menyetujui permohonan Menteri Agama Republik Indonesia untuk menaikan biaya haji menjadi 69 juta rupiah untuk pemberangkatan haji tahun ini. Bahwa atas penolakan DPR tersebut kemudian Menteri Agama Republik Indonesia ingin mengajukan usulan kembali tahun depan (2024) misalnya, maka sebaiknya dibuat usulan baru yang waktunya memadai untuk mendapatkan masukan dari stakeholders termasuk jamaah yang akan berangkat.
3. Terkait Rapat Kerja Menteri Agama dan Komisi VIII, kita pernah punya pengalaman dalam kasus first travel dalam kasus korban first travel dimana Menteri Agama waktu itu Fachrul Rozi yang di dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI pada akhir tahun 2019 mengatakan, bahwa akan ada skema memberangkatkan korban jamaah first travel secara bertahap. Tetapi, faktanya sampai sekarang tidak ada pemberangkatan terhadap korban jamaah first travel tersebut. Apa yang telah disepakati oleh Legislatif maupun Eksekutif belum menjadi jaminan bahwa apa yang sudah disepakati tersebut akan dilaksanakan. Akibatnya, kepercayaan masyarakat kepada DPR maupun kepada Kementerian Agama masih merupakan sebuah tanda tanya besar? Tentu, jangan sampai nasib jamaah haji sama dengan nasib jamaah First Travel.
4. Adalah aneh, karena Kementerian Haji dan Umrah kerajaan Saudi Arabia mengumumkan paket haji tahun 2023 turun sebesar 30% lebih murah dibandingkan tahun 2022, sementara pemerintah Indonesia justru mau menaikan ongkos haji. Bisa dibayangkan kalau misalnya seseorang yang dipanggil untuk melaksanakan haji pada tahun 2023, akan tetapi tiba – tiba dari jumlah setoran Rp 25 juta harus menambah uang yang begitu besar sehingga mencapai 69 juta rupiah. Dan kalau dia tidak bisa memenuhi 69 juta rupiah, tidak bisa berangkat dan dengan demikian uangnya tetap disimpan di Bank atau rekening Kementerian Agama Republik Indonesia.
5. Sudah dua tahun Indonesia tidak mengirimkan jamaah hajinya dengan berbagai alasan, padahal masa tunggu untuk berangkat diperkirakan ada yg sampai 30 sd 40 tahun. Sementara, beberapa negara meskipun situasinya pandemi covid 19 tetap mengirimkan jamaahnya. Semestinya, dengan sudah selesainya covid 19 atau Corona ini biaya haji harusnya lebih murah oleh karena tidak ada lagi biaya swab, biaya quarantine, biaya antigen, atau biaya kesehatan lainnya.
6. Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin pernah mengatakan, bahwa dana haji dan atau keuntungan dana haji diakui dipakai untuk membangun Infrastruktur, untuk menerbitkan Surat Utang Negara serta Sukuk dan sebagainya. Ada baiknya kita belajar dari pengalaman negara lain dalam mengelola dana haji. Misalnya, Malaysia dengan Lembaga Tabungan Hajinya. Di Malaysia melalui lembaga tabungan haji tersebut dana diinvestasikan ke properti, berkebunan dsb. Keuntungan atau deviden yang mencapai triliunan dari Lembaga Tabungan Haji tersebut dibagikan kepada jamaah.
Ketentuan tentang lembaga tabungan haji di Malaysia, diatur dalam Undang-undang Malaysia Akta 535 atau disebut juga dengan Akta Tabungan Haji Tahun 1995. Mestinya, seperti yang dilakukan oleh Malaysia ini bisa dijadikan contoh.
Contoh lainnya adalah biaya haji misalnya berangkat dari Jepang atau di Korea Selatan. Biaya haji berangkat dari sana itu dalam bentuk Rupiah (Rp) sekitar 40 juta rupiah. Pertanyaannya, mengapa dari Indonesia jamaah hajinya justru biayanya jauh lebih mahal?
7. Anggito Abimanyu, kepala Badan Pengelola Keuangan Haji ( BPKH)—saat ramai perbincangan soal dana haji yang diduga bermasalah, pernah sesumbar bahwa uang jamaah aman dan jamaah tinggal berangkat, tidak dipakai untuk infrastruktur atau apapun. Jika uang jamaah aman, mengapa ada kenaikan ongkos haji yang melambung?
8. Semestinya, apa yang sudah diatur dalam undang – undang Haji dan Umrah yakni ketentuan dalam pasal 2 agar penyelenggaraan ibadah haji ini bersifat transparan dan akuntabel itu benar – benar dilaksanakan sehingga apa yang ada didalam peraturan ( law in book) dan yang ada didalam pelaksanaannya ( law in action) itu koheren atau sesuai.
9. Apabila pemerintah maupun Legislatif tidak lagi menjadi tumpuan harapan atau tidak lagi dapat di percaya maka dikhawatirkan akan timbulnya public distrust. Ketidakpercayaan public kepada pemerintah akan sangat merugikan.
“Oleh sebab itu, kami menuntut sekali lagi kepada DPR RI sebagai wakil rakyat untuk tidak menyetujui usulan Menteri Agama Republik Indonesia guna menaikan ongkos haji. Saya mengusulkan agar biaya haji tahun 2023 tetap sama dengan biaya haji di masa sebelumnya yaitu sekitar Rp 35 juta atau Rp 37 juta,” pungkas TM. Luthfi Yazid yang juga Vice Chairman Indonesian PhD Council.