Ini Alasan Denny Indrayana Bersama Tim Hukum Banjarbaru Hanyar Walk Out Dari Sidang MK
KBK.NEWS JAKARTA – Denny Indrayana bersama Tim Hukum Banjarbaru Hanyar walk out (meninggalkan) sidang MK dengan alasan menolak kriminalisasi terhadap Ketua LPRR, Syarifah Hayana selaku pemohon sengketa PSU Pilkada Banjarbaru, Selasa (20/5/2025).
Persidangan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (Pilwalkot) Banjarbaru Tahun 2024 pasca Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung cukup panas.
Pada agenda sidang Mendengarkan Keterangan Termohon, Pihak Terkait, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) hari ini, Denny Indrayana selaku kuasa hukum dari Syarifah Hayana, Ketua DPD-Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) dan Udiansyah memilih walk out dari ruang sidang.
Denny menyatakan, pihaknya memilih meninggalkan sidang, karena salah satu pemohon yang ia wakili, Syarifah Hayana, mendapatkan banyak ancaman dan intimidasi. Hal itu diduga berasal dari pihak lawan, hingga ditetapkan sebagai Tersangka dugaan pidana pemilu.
“Kenapa saya memilih walk out dari dalam persidangan? Begini, ini ancaman dan intimidasi kepada pemohon Syarifah Hayana terus dilakukan. Sejak mengajukan permohonan ia dipanggil KPU, dipanggil Bawaslu, dipanggil Polres Banjarbaru. Untuk apa? Untuk mendesaknya menarik gugatan yang diajukan ke MK,” tegas Wakil Menteri Hukum dan HAM periode 2011-2014 di depan gedung Mahkamah Konstitusi.
Denny membeberkan sehari sebelum sidang, yakni kemarin Hari Senin tanggal 19 Mei 2025, ia dan beberapa tim kuasa hukum lainnya mendampingi Syarifah Hayana. Karena kliennya ini diperiksa oleh penyidik Polres Banjarbaru yang datang jauh-jauh dari Kalimantan Selatan ke Jakarta.
“Setidaknya, ada 9 (sembilan) personil yang memeriksa dari pukul 17:00 WIB sampai dengan pukul 21:30 WIB di Polrestro Jakarta Pusat,” ujar Denny Indrayana.
Menurut Denny penetapan tersangka terhadap kliennya jelas bentuk kriminalisasi dan hal itu juga pernah dilakukan pada gugatan sebelumnya, bahkan sehari sebelum putusan MK.
“Ini jelas dikriminalisasi, kenapa? Satu, pemohon sebelumnya dipanggil Bareskrim di hari Jum’at tanggal 21 Februari, sebelum MK memutuskan di hari Senin-nya tanggal 24 Februari. Begitu polanya. Bukan hanya pemohonnya yang dipanggil, melainkan ketua yayasannya, istri dari ketua yayasannya, bahkan sekretaris yayasannya pun tidak luput dipanggil Bareskrim. Sekarang pemohon itu, Visi Nusantara, sudah tidak lagi maju sebagai pemohon,” tegas Denny.
Denny sampaikan dalam permohonan pasca PSU, salah satu pemohonnya adalah lembaga pemantau juga, yakni LPRI yang di tingkat daerah Provinsi Kalimantan Selatan diketuai oleh Syarifah Hayana. Waktu hari Kamis tanggal 15 Mei 2025, agenda sidang pendahuluan dilaksanakan. Tapi sebelumnya hari Senin tanggal 12 Mei 2025 ditetapkan sebagai tersangka untuk diperiksa di hari Rabu tanggal 14 Mei 2025, satu hari sebelum agenda persidangan.
“Bukan hanya dijadikan tersangka, tapi sertifikat akreditasinya sebagai lembaga pemantau Pilwalkot Banjarbaru juga dicabut oleh KPU Provinsi tanggal 9 Mei 2025. Jadi pada saat sidang tanggal 15 Mei 2025, legal standing Syarifah Hayana selaku Ketua DPD-LPRI Kalimantan Selatan lemah akibat status tersangka dan sertifikat akreditasinya dicabut. Karena yang bisa mengajukan gugatan terhadap pemilihan calon tunggal melawan kolom kosong hanya pemantau,” tandas Denny Indrayana.