JAKARTA – Kantor Hukum Denny Indrayana (Integrity Law Firm) mewakili 15 serikat pekerja menggugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (31/5/2023).
Perjuangan Gabungan Organisasi Serikat Pekerja menggugat UU Cipta Kerja setelah sebelumnya Perppu Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang masih terus berlanjut. Hari ini, melalui kuasa hukumnya Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm, sebanyak 15 (lima belas) Serikat Pekerja menghadiri sidang pemeriksaan pendahuluan atas pengujian formil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan perkara nomor 54/PUU-XXI/2023.
Eksistensi UU Cipta Kerja sejatinya tidak dapat dilepaskan dari proses lahirnya Perppu Cipta Kerja, mengingat Perppu Cipta Kerja merupakan cikal bakal lahirnya UU Cipta Kerja. Sehingga, konstitusionalitas Perppu Cipta Kerja akan sangat berdampak pada konstitusionalitas UU Cipta Kerja.
Para Pemohon menegaskan bahwa, persoalan utama yang menjadi pokok permasalahan dalam pengujian formil kali ini ialah proses pembentukannya yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 22 ayat (2) dan (3) UUD 1945 yang mengatur bahwa suatu perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Jika tidak disetujui, maka Perppu harus dicabut.
“Bahwa limitasi dan/atau batasan waktu yang tertuang dalam Pasal 22 ayat (2) dan (3) UUD 1945 juncto Penjelasan Pasal 52 ayat (1) UU PPP mengenai permberlakuan Perppu, sejatinya telah selaras dengan konsep hak Presiden dalam menerbitkan Perppu, yakni dalam kondisi kegentingan yang memaksa, sehingga butuh secepatnya, pada kesempatan pertama, untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Dengan demikian, jika ada yang menyatakan bahwa Perppu Cipta Kerja masih berlaku karena persetujuan DPR di rapat paripurna dapat dilakukan pada masa sidang IV tahun 2023, dapat dipastikan pernyataan tersebut adalah pernyataan yang sesat, keliru, dan menyimpangi hukum,” ujar Jumhur Hidayat, salah satu perwakilan pemohon sebagaimana ditegaskan dalam pokok permohonan.
Di samping itu, membandingkan dengan UU Cipta Kerja Lama, Presiden dan DPR mampu membentuk undang-undang dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun. Padahal, MK memberikan waktu bagi Presiden dan DPR untuk membentuk UU Cipta Kerja baru dalam jangka waktu 2 tahun. Artinya, sesungguhnya ada waktu lebih dari cukup untuk membentuk UU Cipta Kerja Baru karena secara materiil, Presiden dan DPR telah memiliki substansi yang akan diundangkan, bukan membentuk sesuatu yang sama sekali baru.
Agenda sidang pada hari ini adalah pemeriksaan pendahuluan yang bertujuan untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan dan mendengarkan masukan Majelis Hakim mengenai kelengkapan dan kejelasan atas materi permohonan.
“Berdasarkan kan Surat Panggilan Sidang Nomor: 275.54/PUU/PAN.MK/BAPS/05/2023, bahwa agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan pendahuluan yang ditujukan untuk memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan yang meliputi identitas Para Pemohon, kewenangan MK, kedudukan hukum Para Pemohon, alasan permohonan (posita), dan hal-hal yang diminta untuk diputus (petitum). Selain itu, Para Pemohon juga akan mendengarkan masukan-masukan hakim terhadap permohonan yang kita ajukan.” ungkap Caisa Aamuliadiga, S.H., MH. Associate INTEGRITY Law Firm, sebagai salah satu kuasa hukum pada perkara nomor 54/PUU-XXI/2023.
Jika melihat dan membaca ulang poin utama dalam Putusan MK 91/2020, mengapa MK memerintahkan kepada Presiden dan DPR untuk melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja? Musababnya adalah UU tersebut dinilai sarat akan permasalahan, terutama soal proses pembentukannya yang tidak melibatkan partisipasi public secara bermakna. Anehnya, Alih-alih melaksanakan Putusan MK 91/2020 dengan mengedepankan prinsip meaningful participation, Presiden justru mengacuhkan MK dengan mengeluarkan objek permohonan.
Berikut 15 serikat buruh/pekerja yang bertindak sebagai pemohon dalam uji formil UU Cipta Kerja ini adalah:
1. Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional;
2. Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;
3. Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;
4. Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;
5. Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi Kreatif – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;
6. Federasi Serikat Pekerja Pekerja Listrik Tanah Air (PELITA) Mandiri Kalimantan Barat;
7. Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan;
8. Federasi Serikat Pekerja Rakyat Indonesia;
9. Gabungan Serikat Buruh Indonesia;
10. Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia;
11. Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia;
12. Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia;
13. Serikat Buruh Sejahtera Independen;
14. Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman; dan
15. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia.