Kasus Dugaan Pungli di DPRD Banjar Dapat Dikategorikan Pidana Khusus
KBK.NEWS MARTAPURA – Dugaan Pungli di DPRD Kabupaten Banjar jika terbukti, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana khusus (korupsi) atau tindak pidana umum (pemerasan) dan dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun undang-undang tindak pidana korupsi, Sabtu (28/6/2025).
Meski sudah dibantah oleh pimpinan DPRD Kabupaten Banjar, bahwa tidak ada Pungli, namun yang ada pungutan sukarela dan disebut sebagai uang gotong royong dan solidaritas, namun itu masih dibantah sebagian anggota DPRD Banjar.
Dugaan terjadinya pungli atau pungutan liar yang kini telah terjadi di DPRD Kabupaten Banjar perlu mendapat perhatian penegak hukum untuk dibuktikan kebenarannya.
Untuk mengetahui apa itu Pungli, menurut para pakar hukum adalah tindakan meminta atau menerima sejumlah uang atau barang dari seseorang atau badan, yang tidak memiliki dasar hukum atau tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal itu biasanya dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan atau jabatan tertentu, misalnya pimpinan terhadap para bawahan dan lainnya.
Selain itu Pungli dapat dikategorikan sebagai tindak pidana khusus (korupsi) atau tindak pidana umum (pemerasan) dan dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun undang-undang tindak pidana korupsi.
Definisi Pungli:
Pungli merujuk pada setiap bentuk pemungutan yang tidak resmi dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan seringkali dilakukan oleh pihak yang memiliki wewenang atau jabatan untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Kategori Tindak Pidana:
Pungli dapat dikategorikan sebagai tindak pidana khusus (korupsi) jika dilakukan oleh penyelenggara negara atau pejabat publik, atau sebagai tindak pidana umum (pemerasan) jika dilakukan oleh siapa pun yang memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu dengan ancaman atau kekerasan.
Dasar Hukum:
Beberapa pasal dalam KUHP yang relevan dengan pungli adalah Pasal 368 (pemerasan) dan Pasal 423 (penyalahgunaan jabatan). Selain itu, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga dapat diterapkan pada kasus pungli yang melibatkan penyelenggara negara.
Unsur-unsur Pungli:
Unsur Objektif: Memaksa, orang lain, menyerahkan sesuatu, membuat pinjaman, atau meniadakan piutang, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Unsur Subjektif: Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Dampak Pungli:
Pungli berdampak buruk pada pelayanan publik, menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan menghambat investasi serta pertumbuhan ekonomi.
Beberapa contoh pungli
1.Seorang petugas kepolisian meminta sejumlah uang kepada pengendara kendaraan yang melakukan pelanggaran lalu lintas.
2.Seorang pegawai negeri meminta sejumlah uang kepada pengusaha untuk mempercepat pengurusan izin usaha.
3.Penting untuk diingat bahwa pungli adalah tindakan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat. Jika Anda menjadi korban atau mengetahui adanya praktik pungli, segera laporkan kepada pihak yang berwenang.
Pungli juga termasuk ke dalam kategori kejahatan jabatan, yaitu penyalahgunaan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain dengan memaksa seseorang dalam memberikan sesuatu; membayar ataupun menerima pembayaran dengan potongan; ataupun mengerjakan sesuatu bagi dirinya.
Mengutip dari buku Palu Hakim Versus Rasa Keadilan terbitan Deepublish, secara norma hukum, pungli memang memenuhi unsur beberapa pasal dalam UU Tipikor, mulai dari UU gratifikasi, suap, hingga pada pemerasan, tergantung pada perbuatan pidana yang kemudian dilakukan pada masing-masing perkara.
Sebelum terdapat istilah pungli, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kemudian telah mengidentifikasi transaksi ilegal ini di beberapa istilah, antara lain pemerasan (Pasal 368), gratifikasi atau hadiah (Pasal 418), serta tindakan melawan hukum serta menyalahgunakan wewenang (Pasal 423).
Setoran wajib yang diminta pimpinan yang tidak ada dalam aturan dalam sebuah lembaga yang kemudian uangnya diparkir dalam jangka waktu tertentu untuk dana taktis kantor dapat dikategorikan sebagai pungli. Uang tersebut biasanya menjadi pundi pundi untuk uang keamanan, uang beking, uang koordinasi dan lainnya.
Pungli Merusak Moral
Warga negara Indonesia yang selalu menjunjung tinggi kesopanan serta keramah-tamahan. Sayangnya, hal ini sering dimanfaatkan oleh sejumlah oknum dalam melakukan berbagai pungutan liar. Akibatnya, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah ataupun pejabat daerah semakin berkurang. Alhasil, rasa cinta Tanah Air kemudian semakin terkikis. Rasa peduli di dalam masyarakat pun kian menipis dengan berpikir segala sesuatunya bisa diatur dengan uang.
Pungli Merusak Budaya
Pungutan liar yang dilakukan secara terus-menerus serta secara sistematik serta dalam jangka waktu yang sangat lama akan melahirkan budaya yang buruk, yakni budaya koruptif. Jika pungli telah menjadi budaya, tentu akan sangat sulit untuk disembuhkan atau diberantas, karena itu harus diberikan sanksi hukuman.