KBK.NEWS BANJARBARU – Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang diduga melibatkan bos tambang batu bara berinisial S ternyata pernah dilaporkan ke Polres Banjarbaru, Kamis (29/10/2025).
Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur yang terjadi di Banjarbaru, Kalimantan Selatan ternyata bukan pepesan kosong. Hanya saja laporan tersebut akhirnya dicabut setelah terjadi perdamaian antara keluarga korban dengan bos tambang batu bara berinisial S terduga pelaku.
Laporan kasus dugaan terjadinya pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur ini pada Tanggal 30 September 2024 di Polres Banjarbaru. Laporan tersebur sebelumnya tercatat dengan nomor LI/B/394/X/2024/Reskrim dan diproses sesuai prosedur oleh Polresta Banjarbaru.
Kasatreskrim Polresta Banjarbaru, AKP Haris Wicaksono, mengonfirmasi bahwa meskipun laporan tersebut telah dicabut setelah perdamaian tercapai, proses hukum telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Iya benar, kasusnya ditindak lanjuti sesuai prosedur dan sudah ada perdamaian. Setelah perdamaian laporan dicabut oleh pelapor,” kata AKP Haris Wicaksono seperti dilansir dari apakabar.co.id, Rabu (28/1/2025).
Ketika ditanyakan apakah laporan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak tersebut bisa dicabut lantaran adanya perdamaian?, AKP Haris Wicaksono tidak memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut.
Kasus Pelecehan seksual Anak Dibawah Umur Tidak Boleh Dihentikan Hanya Karena Adanya Perdamaian Dengan Keluarga Korban!
Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Trisakti Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, menanggapi adanya perdamaian dan pencabutan laporan terhadap kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur tersebut.
Ia menegaskan tidak ada kasus kekerasan seksual yang boleh diselesaikan secara damai dan tidak diproses secara hukum, karena itu bertentangan dengan undang-undang (UU).
“Kasus pidana itu tidak bisa dicabut dan didamaikan, yang bisa didamaikan itu kerugiannya sedangkan perbuatannya tetap harus diadili karena perbuatannya itu melanggar undang-undang, melanggar kepentingan umum. Jadi tidak bisa dihentikan,” tegasnya.
Abdul Fickar mengutip UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan di luar proses peradilan, kecuali untuk pelaku anak.
“Kasus seperti ini harus tetap diproses, apapun yang terjadi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Abdul Fickar menyatakan, bahwa pada pasal 76D UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, jo pasal 6 Ayat (1) jo pasal 7 UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menegaskan persetubuhan terhadap anak atau pelecehan seksual secara fisik terhadap anak, bukanlah delik aduan, tetapi delik biasa.
“Berpedoman pada kedua UU Perlindungan Anak dan UU TPKS tersebut, polisi dapat memproses informasi adanya kasus kekerasan seksual terhadap anak, tanpa harus menunggu adanya laporan dari pelapor atau korban kepada Polisi,” jelasnya.
“Bodoh itu, jika ada penegak hukum yang mendamaikan perkara pidana, untuk tidak dituntut. kecuali tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai delik aduan seperti pencemaran nama baik, penghinaan ini yang bisa dicabut. Tindak pidana lain apalagi kekerasan seksual tidak bisa didamaikan,” tegasnya.
Sebelumnya, seperti dilansir dari Banjarbaruklik.com, AKP Haris menegaskan, bahwa berdasarkan data kasus PPA yang ditangani Polresta Banjarbaru pada periode 2024–2025, tidak ada tunggakan kasus yang belum diselesaikan, Selasa (28/1/2025).
“Data yang kami miliki menunjukkan tidak ada tunggakan kasus PPA. Namun, jika ada pihak yang merasa keberatan atau memiliki informasi tambahan, kami sangat terbuka untuk mendiskusikannya,” kata AKP Haris.