Kasus Penganiayaan Ringan Habib Muchdar Berakhir Damai di Pengadilan Negeri Banjarmasin
KBK.News, BANJARMASIN– Kasus dugaan penganiayaan ringan dengan terdakwa Machdar Hasan Assegaf, atau yang akrab disapa Habib Muchdar, akhirnya berakhir damai di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Senin (10/11/2025).
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Irfanul Hakim, SH MH, pengadilan menyetujui penyelesaian perkara melalui jalur restoratif justice (keadilan restoratif).
Keputusan itu diambil setelah kedua belah pihak, baik korban maupun terdakwa, menyatakan telah berdamai dan tidak ingin melanjutkan perkara ke tahap penjatuhan pidana.
Persidangan yang dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Adhyaksa Putera, SH, serta kuasa hukum terdakwa Ar Rafi, SH, berlangsung terbuka dan kondusif.
Hakim menilai perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan, sesuai dengan semangat restoratif justice yang digalakkan Mahkamah Agung.
Perkara ini bermula dari insiden pada 19 Mei 2025 di Kantor Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Banjarmasin, Jalan Ahmad Yani Km 5,5.
Saat itu, Habib Muchdar mendampingi Dr. Yulianti, korban kekerasan dalam rumah tangga, yang menolak menandatangani berkas cuti bersyarat untuk suaminya, Anas.
Dalam situasi tegang itu, terjadi keributan dengan salah satu petugas Bapas, Abrar Ibrahim, hingga korban mengalami luka memar sebagaimana tertuang dalam Visum Et Repertum Nomor: VER/08/V/2025/RUMKIT dari RS Bhayangkara Banjarmasin.
Terdakwa Habib Muchdar sempat dijerat Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan ringan.
Namun, selama proses hukum berjalan, pihak korban dan terdakwa menempuh jalur damai.
Kuasa hukum terdakwa, Ar Rafi, SH, mengungkapkan bahwa proses perdamaian telah ditempuh sejak di tingkat Polresta Banjarmasin hingga Polda Kalsel, dan seluruhnya berjalan dengan baik.
“Kami berterima kasih kepada majelis hakim yang bijak melihat perkara ini sebagai persoalan yang lebih tepat diselesaikan secara kekeluargaan,” ujarnya seusai sidang.
Hakim Irfanul Hakim menegaskan, berdasarkan kesepakatan perdamaian dan pertimbangan hukum, perkara tersebut dinyatakan selesai tanpa penjatuhan pidana.
“Restoratif justice diterapkan karena perdamaian dilakukan secara sukarela dan tidak ada korban jiwa,” ujarnya menutup persidangan.
