Site icon Kantor Berita Kalimantan

Kejagung RI Hanya Usut Sipil Di Kasus Korupsi Satelit

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menemui Jaksa Agung Burhanuddin untuk sinergitas penegakan hukum.

JAKARTA – Kejaksaan Agung  (Kejagung) RI hanya akan memeriksa masyaeakat sipil dalam kasus korupsi pengadaan slot satelit orbit 123 BT, Rabu (19/1/2022). 

Jaksa Agung, Burhanuddin, menegaskan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengusut tuntas kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Kendati demikian, menurut Burhanuddin, pihaknya hanya akan melakukan penyidikan yang tersangkanya berasal dari pihak sipil atau swasta.

“Kami melakukan penyidikan hanya terhadap yang tersangkanya adalah sipil. Tidak pada militer,” kata Burhanuddin dalam konferensi pers di Kejagung, Rabu (19/1/2022).

Jika nantinya ada pihak militer yang terlibat, Burhanuddin mengaku akan berkordinasi dengan Polisi Militer, dikarenakan kewenangannya ada pada Polisi Militer.

“Kecuali jika nanti ditentukan lain menjadi konektifitas. Tetapi saat ini yang kami selidiki adalah sipilnya atau swastanya,” ujar Burhanuddin.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan penggeledahan di tiga lokasi yakni di Kantor PT. Dini Nusa Kusuma yang beralamat di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan dan di Panin Tower Senayan City Lantai 18A Jakarta Pusat, serta apartemen milik saksi SW (Direktur Utama PT. Dini Nusa Kusuma/Tim Ahli Kementerian Pertahanan).

Adapun barang yang disita oleh Jaksa Penyidik pada lokasi tersebut sebagai berikut di antaranya, tiga kontainer plastik dokumen dan sekitar 30 buah barang bukti elektronik.

Kasus ini berawal ketika Kemenhan melaksanakan proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur periode 2015- 2021.

Menurut Febrie, proyek ini merupakan bagian dari program satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) di Kemenhan. Kontrak dilakukan dengan pihak Airbus dan perusahaan Navajo lalu dilakukan penyewaan berupa mobile satelite service, drone segmen dan pendukungnya.

Namun dalam proses tersebut telah ditemukan adanya beberapa perbuatan melawan hukum yaitu salah satunya bahwa proyek ini tidak direncanakan dengan baik.

“Bahkan saat kontrak dilakukan ini anggaranya pun belum tersedia dalam DIPA Kemenhan di tahun 2015,” terang JAM Pidsus.

Pihaknya pun akan bekerja sama dengan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer bila ditemukan adanya keterlibatan atau bahkan pemanggilan anggota TNI sebagai saksi.

Kasus ini mengakibatkan Pemerintah Indonesia digugat di London Court of International Arbitration atau pengadilan arbitrase internasional oleh PT Avanti Communication Limited.

Putusan gugatan tersebut menjatuhkan hukuman kepada pemerintah Indonesia untuk membayar sewa satelit Artemis yang jumlahnya mencapai senilai Rp515 miliar.

Pemerintah Indonesia juga menerima putusan serupa dari pengadilan arbitrase Singapura untuk membayar 20,9 juta dolar AS atau setara Rp304 miliar kepada Navayo.

Potensi kerugian negara ini masih bisa bertambah jika pihak lain yang dirugikan turut menggugat Indonesia ke pengadilan arbitrase.

Foto: dok. Puspenkum Kejagung

 

Exit mobile version