KBK – Banjarmasin : aksi ahli Esther Simon dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dihadirkan penggugat PT. Sebuku Tanjung Coal dengan kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra dan rekan, memaparkan tentang izin lingkungan hidup atau amdal, serta dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pertambangan (18/05/2018).
Kuasa hukum tergugat Gubernur Kalimantan Selatan Andi Muhammad Asrun dan rekan mencecar banyak pertanyaan, terkait dengan bagaimana proses penerbitan amdal dan izin lingkungan,hingga berapa lama izin tersebut bisa dikeluarkan. Selain itu juga menanyakan apakah izin amdal tetap bisa diterbitkan, jika ada penolakan sebagian warga.
Menanggapi pertanyaan tersebut, saksi ahli Esther Simon memaparkan panjang lebar tentang proses pembuatan izin amdal dan keterlibatan pihaknya dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bahkan, ia juga menyatakan paling cepat tiga bulan izin amdal diterbitkan, tetapi jika semuanya sudah memenuhi persyaratan. Sedangkan mengenai adanya penolakan warga terhadap pertambangan, tidak serta-merta bisa menggagalkan pembuatan izin amdal atau izin lingkungan, sebab harus dilihat dulu dasar-dasar atau alasan penolakan.
“Kalau dasar penolakan hanya karena akan menimbulkan kerusakan lingkungan, semua pertambangan punya dampak merusak lingkungan. Tetapi, bagaimana perusahaan mengelola dampak, itulah yang perlu diperhatikan,” ujarnya (18/5/2018).
Kemudian Heriyanto saksi ahli dari Kementerian ESDM juga menyampaikan jawaban terhadap segala pertanyaan yang disampaikan oleh kuasa hukum penggugat maupun tergugat. Pada saat kuasa hukum penggugat Yuril Ihza Mahendra menanyakan, apakah IUP – OP bisa dicabut oleh gubernur padahal perusahaan belum produksi dan dijawab oleh saksi ahli, bahwa hal itu tidak bisa, sebab belum ada dampak yang bisa menyebabkan izinnya dicabut.
Secara terpisah kuasa hukum dari penggugat Gugum Ridho Putra mengatakan, pihaknya optimis bisa memenangkan gugatan. Sebab, menurutnya pada persidangan saksi ahli dihadapan majelis hakim menyampaikan, bahwa Gubernur Kalsel mencabut IUP – OP milik PT. Sebuku Group dengan alasan adanya penolakan warga tidak mempunyai landasan hukum.
“Tadi saksi ahli menjelaskan penolakan masyarakat tidak bisa menjadi landasan hukum untuk mencabut IUP- OP. Saksi menerangkan menurut Undang Undang Pasal 119 Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan menyatakan , hanya ada tiga yang membuat izin tersebut dicabut, yang pertama karena tidak menunaikan kewajiban, kedua, karena dipidana, dan ketiga karena dinyatakan pailit,” tegas.
Gugum juga mengungkapkan, kalau ada penolakan masyarakat, maka hal itu punya saluran tersendiri dalam undang-undang,yakni dilaporkan dan diperiksa terlebih dahulu apa yang menjadi substabsi dari keberatan masyarakat.
Editor :
Penulis :