KBK. NEWS JAKARTA – Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mengecam keras praktik Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) yang menargetkan dua akademisi terkemuka, Prof. Basuki Wasis dan Prof. Bambang Hero Saharjo, Senin (7/7/2025). 

Akademisi dan Saksi Ahli tersebut kini sedang  menghadapi gugatan perdata dari PT Kalimantan Lestari Mandiri (KLM), sebuah perusahaan yang dituduh sebagai pembakar lahan, dengan tuntutan ganti rugi material sebesar Rp273,98 miliar dan imaterial Rp90,68 miliar.

KIKA menilai gugatan ini sebagai serangan sistematis terhadap kebebasan akademik dan profesionalisme saksi ahli di Indonesia, sekaligus upaya membungkam suara kritis demi membela hak warga atas lingkungan hidup yang sehat.

Gugatan Berawal dari Kesaksian Ilmiah dalam Kasus Kebakaran Lahan

Gugatan ini berawal dari kesaksian ilmiah yang disampaikan Prof. Bambang Hero dan Prof. Basuki Wasis sebagai saksi ahli lingkungan dalam persidangan perkara kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2018. PT KLM menganggap kesaksian tersebut merugikan perusahaan, sehingga menggugat keduanya secara perdata.

KIKA menilai langkah ini sebagai bentuk SLAPP klasik, yakni penggunaan jalur hukum untuk mengintimidasi dan melemahkan partisipasi publik, khususnya dalam penegakan keadilan lingkungan hidup.

Ancaman Serius terhadap UU PPLH dan Kebebasan Akademik

KIKA menegaskan bahwa gugatan terhadap kedua akademisi ini secara langsung melanggar Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Pasal tersebut secara eksplisit melindungi pejuang lingkungan dari tuntutan pidana maupun perdata ketika memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Selain itu, gugatan ini juga bertentangan dengan Pasal 48 ayat (3) huruf c Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2023, yang menyatakan bahwa kesaksian ahli di pengadilan merupakan bentuk sah perjuangan lingkungan dan tidak boleh dikriminalisasi.

BACA JUGA :  Tok! Majelis Hakim PTUN Jakarta Menangkan Gugatan PT KMS 27 Melawan Menteri Investasi/Kepala BKPM dan PT Antam

“Peran ahli adalah menjelaskan fakta berdasarkan ilmu pengetahuan, bukan menjadi target kriminalisasi. SLAPP semacam ini akan menimbulkan chilling effect dan mengancam semua akademisi yang hendak menjalankan peran strategisnya,” ujar KIKA.

Ancaman terhadap Demokrasi dan Mandat Konstitusional

Lebih dari itu, KIKA menyatakan bahwa SLAPP terhadap akademisi tidak hanya menyerang individu, tetapi juga mengancam pilar demokrasi dan negara hukum. Tindakan ini melanggar Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Pasal 13 Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005.

Gugatan semacam ini juga bertentangan dengan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 5 Tahun 2021 mengenai hak atas kebebasan berpendapat dan prinsip-prinsip Surabaya Principles tentang kebebasan akademik.

KIKA Serukan Penghentian Gugatan dan Perlindungan Saksi Ahli

Berangkat dari berbagai pertimbangan tersebut, KIKA menyampaikan sikap resminya sebagai berikut:

  • Mendesak pemerintah, lembaga peradilan, dan aparat penegak hukum untuk menghentikan praktik SLAPP yang kian marak digunakan untuk membungkam suara kritis dan akademik.
  • Menekankan bahwa perlindungan kebebasan akademik dan integritas saksi ahli adalah syarat mutlak bagi tegaknya keadilan dan akuntabilitas hukum di Indonesia.
  • Menuntut penghentian segera proses hukum terhadap Prof. Basuki Wasis dan Prof. Bambang Hero Saharjo demi menjaga marwah ilmu pengetahuan, independensi profesi ahli, dan kebebasan akademik di Indonesia.

KIKA menegaskan bahwa kriminalisasi terhadap saksi ahli bukan sekadar ancaman terhadap individu, melainkan juga merusak sistem hukum, membungkam ilmu pengetahuan, dan mengancam hak warga atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Oleh karena itu, KIKA berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dan memperjuangkan ruang kebebasan akademik di Indonesia.