KBK.NEWS BANJARBARU KALSEL – Koalisi Masyarakat Sipil menolak dengan tegas Hanif Faisal Nurrofiq ditunjuk sebagai Menteri Lingkungan Hidup (LH) yang sekaligus menjadi Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Selasa (22/10/2024).
Penunjukan Hanif Faisol Nurrofiq sebagai Menteri LH menuai kontroversi, terutama terkait dengan rekam jejaknya di sektor lingkungan yang dinilai oleh Koalisi Masyarakat Sipil tanpa komitmen.
Tanpa Kontribusi dan Tidak Berpihak pada Masyarakat Adat
Dalam rilisnya Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan, Hanif, yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan pada 2016, dikenal kontroversial. Karena Hanif menyangkal eksistensi Masyarakat Adat di Pegunungan Meratus Saat menjabat sebagai Direktur Jenderal Penataan Kawasan dan Tata Lingkungan (PKTL) pada tahun 2020. Terlebih lagi Hanif mendorong Pegunungan Meratus untuk dijadikan Taman Nasional (TN), sebuah kebijakan yang dinilai merugikan masyarakat adat.
Penetapan TN dikhawatirkan akan mengusir masyarakat adat dari tanah mereka, sebab konsep TN tidak mengakomodasi tata ruang tradisional yang menjadi sumber penghidupan utama mereka .
Redy Rosyadi Direktur Eksekutif Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI) selaku Koordinator Koaksi menilai bahwa Hanif Faisal Nurrofig tidak memiliki kontnbusi yang signifikan dan tidak berpihak pada masyarakat adat Kalsel.
YCHI menggarisbawahi bahwa perjalanan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat sangat panjang, hal ini kemudian diperburuk pengusulan Taman Nasional di Pegunungan Meratus oleh Hanif.
Selama lebih dari satu dekade, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan koalisi masyarakat sipil terus mendorong pengakuan masyarakat adat di Kalimantan Selatan. Beberapa kabupaten, seperti Hulu Sungai Selatan, Tabalong, dan Balangan, telah membuat langkah progresif dalam venfikasi dan pengakuan masyarakat adat Namun, ancaman hilangnya hak-hak adat semakin nyata Jika wilayah adat mereka dijadikan Taman Nasional (TN).
Masyarakat adat yang telah bertahan di sana selama berabad-abad akan terusir, dan proses pengakuan mereka akan dihilangkan Meskipun kelembagaan masyarakat adat mereka diakui, namun berpotensi hidup tanpa wilayah adat Sumber penghidupan mereka yang bergantung pada tanah adat akan hilang, menciptakan ketidakpastian dan kerugian besar bagi komunitas adat
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Kahmantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono mendesak Kabinet Merah Putih untuk menyelamatkan lingkungan di Pegunungan Meratus dan mengurangi ancaman bencana ekologis. Pegunungan Meratus harus segera dibersihkan dari izin – izin tambang dan perkebunan kelapa sawit. Ia juga mendesak
segera untuk mengakui wilayah kelola rakyat terutama Masyarakat Adat Dayak Meratus, dan segera jalankan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan ramah lingkungan.
Walhi Kalsel menilai Hanif tidak layak menjadi Menteri Lingkungan Hidup, mengingat latar belakang dan rekam jejaknya selama menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Kalsel. Hanif dinilai tidak memberikan kontribusi posrtif terhadap lingkungan hidup dan kelestarian di Kalimantan Selatan Selam itu, tugas untuk penataan izm merupakan tanggung jawab Hanif sewaktu menjabat Dirjen PKTL Namun justru Hanif dianggap tidak bergerak aktif untuk melindungi sumber daya alam di Kalsel
Sengkarut Tambang Di Masa Hanif
Di balik narasi Ingkungan dan konservasi, Hanif dicurigai akan berkompromi dengan memuluskan eksploitasi kawasan hutan untuk perusahaan tambang tanpa izin.
Menurut data Forest Watch Indonesia Kalsel merupakan salah satu provinsi yang memiliki izin tambang tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) yang tinggi. Tercatat lebih dari 116 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di dalam kawasan hutan tanpa PPKH. Justru Dirjen PKTL, Hanif tidak bekerja dengan serius untuk menertibkan izin dan pengendalian lingkungan hidup.
“IUP Tambang dalam kawasan hutan merusak lingkungan dan sumber daya hutan. Isu Lingkungan dikhawatirkan hanya akan menjadi komoditas bagi Hanif untuk melanggengkan praktik ilegal IUP Tambang dalam kawasan hutan tanpa PPKH,” beber Anggi.
Amalya Reza, Juru Kampanye Bioenergi Trend Asia, menolak tegas Hanif sebagai menteri, karena dinilai ada konflik kepentingannya dengan pengusaha besar. Kalsel dan Merauke sudah menjadi korban proyek-proyek brutal ini. Ia juga menilai selain Hanif dan beberapa menteri dan wakil menteri juga terlihat terkait dengan pengusaha tambang batu bara dan perkebunan sawit terbesar di Kalsel.
Menurut Amalya Reza, masalah TN versus masyarakat adat ini tidak hanya terjadi di Meratus, tetapi juga di Mentawai dan wilayah lain. Ini mencerminkan bagaimana tata kelola kawasan hutan dilakukan sewenang-wenang.
Meskipun Hanif adalah orang Kalimantan Selatan yang besar di Tanah Bumbu, kontribusinya dalam melindungi hutan dan masyarakat adat di Provinsi Kalsel sangat minim. Jabatan yang pernah dipegangnya, baik sebagai Kadis Kehutanan maupun Dirjen PKTL diduga diarahkan untuk mengamankan kepentingan bisnis tambang dibanding untuk melestarikan hutan. Relasinya dengan pengusaha tambang juga menjadi sorotan, terutama terkait kerusakan hutan yang terus terjadi di Kalsel.
Ruby dari AMAN Kalimantan Selatan mengatakan, masyarakat adat dan wilayahnya di Kalimantan Selatan harus diakui. Ruby menegaskan bahwa mereka menagih janji komitmen Prabowo-Gibran yang baru dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk bekerja bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat adat. Ia juga berharap pemerintah baru ini
Sebagai presiden, Prabowo memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi masyarakat adat di seluruh Indonesia, termasuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang telah lama diperjuangkan. Keputusan untuk mengangkat Hanif yang memiliki rekam jejak buruk dalam mendukung masyarakat adat tentu menjadi sorotan besar, dan bisa memperburuk citra pemerintahan Prabowo Gibran yang mengklaim bekerja untuk rakyat.
Koalisi Masyarakat Sipil #SAVEMERATUS
1. Forest Watch Indonesia
2. Trend Asia
3. AMAN Kalsel
4. Walhi Kalsel
5. LPMA Borneo
6. YCHI
7. Sawit Watch
8. Greenpeace Indonesia
9. Asosiasi Antropologi Indonesia
10. Komunitas Sumpit
11. SLPP Kalsel
Foto : istimewa