KBK.NEWS – BANJARBARU – Tim Hukum Banjarbaru Hanyar, Denny Indrayana menegaskan pihaknya mudah memprediksi alasan KPU Kalsel akan mencabut status dan hak DPD LPRI Kalsel sebagai pemantau pemilu, karena itu merupakan salah satu upaya melemahkan gugatan ke MK, Sabtu (10/5/2025).

Penegasan tersebut disampaikan dari Tim Hukum Banjarbaru Hanyar, Denny Indrayana dalam menanggapi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Selatan (Kalsel) yang mencabut hak dan status Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) sebagai pemantau pemilu, Jumat (9/5/2025).

Menurut Denny Indrayana upaya untuk melemahkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil PSU Pilkada Banjarbaru terus saja terjadi. Hal itu diantaranya mencabut akreditasi LPRI agar mereka tidak lagi punya legal standing saat mengajukan gugatan ke MK.

“Soal pencabutan Akreditasi (hak dan status – red) Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia itu mudah sekali untuk diprediksi. Darimana? Dari modus intimidasi yang dilakukan bukan sekali ini saja,” tegas Denny Indrayana dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/5/2025) malam.

Sekarang ini, beber Denny, LPRI dengan segala cara juga diintimidasi secara administrasi dengan akreditasi dicabut KPU Kalsel. Selain itu juga diintimidasi secara pidana lewat Bawaslu dan dipanggil kepolisian.

“Itu satu rangkaian untuk melemahkan LPRI agar tidak lagi punya legal standing atau kedudukan hukumnya hilang, karena ia tidak lagi menjadi lembaga pemantau terakreditasi di PSU pilkada Banjarbaru,” imbuh Tim Hukum Banjarbaru Hanyar ini.

“Kemudian termasuk surat dari Forkopimda yang meminta agar LPRI mencabut gugatan ke MK. Ini semua menunjukkan pelanggaran terstruktur sistematis dan masif atau TSM. Ada juga politik uang yang akan kami buktikan di persidangan MK. Ada upaya untuk melemahkan legal standing pemohon dengan segala macam cara,” ujar pakar hukum tata negara ini.

BACA JUGA :  Tim Hukum Paslon Bupati Banjar Andin - Guru Oton Siapkan Gugatan Ke MK

Sebelumnya, KPU Kalsel telah mengumumkan surat keputusan KPU Provinsi Kalsel Nomor 74 Tahun 2025 yang isinya mencabut hak dan status DPD LPRI Kalsel sebagai pemantau pemilu. Hal tersebut dilakukan KPU Kalsel sesuai dengan rekomendasi Bawaslu Kota Banjarbaru.

Pengumuman tentang pencabutan hal dan status DPD LPRI Kalsel tersebut dibacakan langsung Ketua KPU Kalsel, Andi Tenri Sompa. Ia juga menyampaikan alasan pencabutan hak dan status DPD LPRI Kalsel.

“Pelanggaran yang dilakukan adalah merilis hasil hitung cepat atau real count saat proses pemantauan PSU, yang jelas tidak diperbolehkan bagi lembaga pemantau,” kata Andi Tenri Sompa.

Ketua KPU Kalsel, Andi Tenri Sompa (tengah) foto Istimewa.

Ketua KPU Kalsel ini juga menegaskan, bahwa LPRI bukanlah lembaga survei ataupun lembaga hitung cepat yang memiliki wewenang merilis hasil perhitungan pemilu.

“Tugas mereka murni hanya melakukan pemantauan. Apalagi saat itu proses rekapitulasi berjenjang oleh KPU baru berjalan. Sementara LPRI sudah lebih dulu merilis data mereka,” tegas Andi Tenri Sompa.

Pada kesempatan ini Ketua KPU Kalsel ini juga menyampaikan, bahwa keputusan yang diambil KPU Kalsel sudah melalui kajian atau telaah hukum. Selain itu juga memberikan ruang kepada LPRI untuk memberikan klarifikasi.

Setiap lembaga pemantau, ungkap Andi Tenri Sompa, sudah punya panduan, kode etik, hak dan kewajiban yang jelas.

“Kami (KPU Kalsel) tidak perlu lagi melakukan sosialisasi karena semua tertuang dalam peraturan. Lembaga pemantau seharusnya sadar akan tanggung jawab dan batasannya,” pungkas Andi Tenri Sompa.