KBK.NEWS, SAMARINDA – Koalisi Masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) menolak tegas pengusiran paksa masyarakat lokal dan adat untuk pembangunan Ibukota Nasional (IKN) Nusantara, Kamis (14/3/2024).
Ancaman Badan Otorita IKN Pada masyarakat lokal dan masyarakat adat di kawasan IKN Terjadi, pada Tanggal 4 Maret 2024, Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara mengeluarkan Surat Nomor : 179/DPP/OIKN/III/2024. Perihal Undangan arahan atas Pelanggaran Pembangunan yang Tidak Berijin dan atau Tidak Sesuai dengan Tata Ruang IKN.
Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan Tim Gabungan Penertiban Bangunan Tidak Berizin pada bulan Oktober 2023 dan tidak sesuai dengan Tata Ruang yang diatur pada RDTR WP IKN. Dalam surat tersebut diagendakan adanya arahan Tindak Lanjut atas Pelanggaran Pembangunan Yang Tidak Berizin dan Tidak Sesuai dengan Tata Ruang IKN.
Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara, juga mengeluarkan “Surat Teguran Pertama” No. 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III/2024, bahwa dalam jangka waktu 7 hari warga agar segera membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan Tata Ruang IKN dan peraturan perundang-undangan.
Ancaman badan Otorita IKN tersebut yang secara tiba-tiba hendak mengusir warga Pemaluan dengan dalih pembangunan Ibukota. Tindakan itu menurut koalisi masyarakat sipil Kalimantan Timur adalah bentuk tindakan abusive pemerintah.
“Ini memperlihatkan wajah asli kekuasaan yang gemar menggusur dan mengambil alih tanah rakyat atas nama pembangunan. Mengingatkan kita dengan rezim otoritarian orde baru yang represif dan menghalalkan segala cara,” tegas KSM Kalimantan Timur dalam keterangan tertulisnya.
Menurut KSM Kalimantan Timur, Otorita IKN telah memberikan batas waktu selama 7 hari agar warga Pemaluan segera angkat kaki dari tanah tempat mereka berpijak selama puluhan tahun.
” Ini adalah bentuk intimidasi yang menyebar teror dan ketakutan kepada warga. Sama persis yang dilakukan terhadap Wadas, Rempang, Poco Leok, Air Bangis, dan lainnya. Upaya pembongkaran paksa terhadap masyarakat adat dan masyarakat lokal untuk meninggalkan tanah leluhur yang menjadi ruang hidup mereka adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia,” imbuh KSM Kalimantan Timur.
Penyataan penolakan terhadap segala bentuk upaya pengusiran dan penggusuran masyarakat lokal dan masyarakat ada tersebut disampaikan 16 KSM Kalimantan Timur. Ke 16 KSM Kalimantan Timur tersebut masing – masing sebagai berikut :
1. Jatam Kaltim
2. KIKA Kaltim
3. AJI Samarinda
4. LBH Samarinda
5. Aksi Kamisan Kaltim
6. SAKSI FH Unmul
7. PEMA Paser
8. POKJA 30
9. PuSHPA FHUNMUL
10. Pus-HAMMT UNMUL
11. TKPT
12. AMAN Kalimantan Timur
13. PUSDIKSI FH UNMUL
14. Nomaden Institute
15. Sambaliung Corber
16. Perempuan Mahardhika
Aksi penolakan KSM Kalimantan Timur tersebut menyusul setelah ramai diberitakan, bahwa Tanggal 8 dan 9 Maret 2024, 200 warga RT 05 Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepak, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, menerima surat yang dilayangkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara atau Otorita IKN. Didalam surat tersebut menyebutkan, bahwa bangunan tempat mereka tinggal merupakan kawasan ilegal, dan harus segera dirobohkan.
Kemudian juga setelah 9 orang petani dari Kelompok Tani Saloloang, Kelurahan Pantai Lango Kecamatan Penajam, ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan mengancam pekerja di proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
KSM Kalimantan Timur menilai, pemaksaan pembongkaran bangunan dengan dalih tidak berizin terhadap tanah-tanah masyarakat yang telah dikuasai warga jauh sebelum rencana pembangunan IKN.
“ Yang dilakukan pemerintah ini merupakan bentuk menghadirkan lagi cara-cara penjajah Belanda untuk menguasai tanah-tanah rakyat bangsa Indonesia melalui politik (Domein
Verklaring).
“ Pengusiran masyarakat dengan dalih tidak berizin dan tidak sesuai tata ruang adalah cara-cara penjajah dalam merampas tanah rakyat. upaya paksa penyingkiran masyarakat adat dengan dalih pelanggaran Atas Tata Ruang IKN merupakan bentuk Genosida Masyarakat Adat,” ujar KSM dalam rilisnya.