JAKARTA – Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang terdiri dari Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung memberhentikan secara tidak hormat terhadap hakim MY, karena melanggar kode Etik, Minggu (5/2/2022).
Komisi Yudisial (KY) bersama Mahkamah Agung (MA) menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) pada Jumat, (03/02/2023). Majelis MKH terdiri dari perwakilan KY, yaitu Wakil ketua KY M. Taufiq HZ sebagai ketua majelis, bersama Anggota KY Siti Nudjanah, Binziad Kadafi, dan Amzulian Rifai.
Sementara perwakilan MA terdiri dari Hakim Agung Syamsul Maarif, Purwosusilo, dan Yasardin.
Wakil Ketua KY yang juga Ketua MKH M Taufiq HZ sesuai menggelar sidang dan putusan mengungkapkan secara tertulis kronologis perkara. Menurutnya sidang MKH kali ini merupakan kali ketiga dan 2 sidang sebelumnya ditunda karena hakim terlapor, MY, berhalangan hadir dengan alasan sakit.
“Untuk pertama kalinya dalam sejarah persidangan MKH, terlapor dihadirkan secara virtual melalui aplikasi zoom karena terlapor masih dalam keadaan sakit dan dalam pantauan dokter.
Majelis MKH pada akhirnya memutus MY dikenakan sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat,” jelasnya.
M Taufiq HZ juga membeberkan latar belakang perkara yang berawal ketika MY masih bertugas di Pengadilan Agama (PA) Tulungagung. Pelapor saat itu sedang mengurus perceraian dengan suami sebelumnya, dan tidak sengaja bertemu dengan MY dan saat itu, MY meminta nomor kontak pelapor dan mengatakan akan mengurus perkara tersebut.
MY diduga mengatur agar ia bisa menjadi anggota majelis dalam perkara pelapor. Bahkan, selama proses persidangan, MY mengajak pelapor untuk menikah. Pelapor karena ingin proses perceraiannya cepat diputus, kemudian menyetujui hal tersebut. Setelah putusan perceraian pelapor disetujui, tidak berapa lama berselang, MY dan pelapor menikah secara siri.
Dalam pembelaannya, MY mengakui memang bertemu dengan pelapor sebelum persidangan kasus perceraian pelapor secara tidak sengaja. Sebenarnya, MY sempat menolak menjadi anggota majelis hakim kasus terlapor. Namun, karena permintaan Ketua PA, MY kemudian menyetujui.
Dalam sidang, MY juga mengakui mengajak pelapor menikah secara siri dan memiliki seorang anak dari hasil hubungan tersebut. Setelah itu, MY memberitahukan kepada istri pertamanya bahwa MY telah menikah kedua kalinya, sekaligus meminta izin. Setelah mendapat izin dari istri pertama, baru MY mengurus perizinan poligami ke kantor dinas dengan alasan istri pertama sakit dan menikah secara resmi.
Menurut pengakuan pelapor, setelah satu hari dinikahi secara resmi, MY menghilang tanpa kabar dan tidak memenuhi janjinya sebelum menikah. Kemudian pelapor melaporkan perbuatan MY kepada KY pada 2021. Dalam persidangan tersebut juga hadir istri pertama MY dan keponakan MY yang tinggal bersama MY dan istri pertama MY sebagai saksi.
Dalam pertimbangan majelis, terlapor dianggap telah terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), tidak izin untuk poligami sesuai ketentuan, tidak mengakui anak, tidak menafkahi anak dari pelapor, dan tidak memberikan contoh sebagai hakim senior.
Majelis menyatakan terlapor MY telah terbukti melanggar Angka 1 butir 1.1.(2,) Angka 1 butir 1.1.(4), Angka 3 butir 3.1.(1), Angka 3 butir 3.1.(4), Angka 3 butir 3.1.(6), Angka 5 butir 5.1.(3), Angka 6 butir 6.1, Angka 7 butir 7.3.(1) Surat Keputusan Bersama KY dan MA tentang KEPPH.
“Menjatuhkan sanksi kepada terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagaimana Pasal 19 ayat (4) huruf e Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakan KEPPH,” ujar M. Taufiq, Wakil Ketua KY sekaligus Ketua Majelis, dalam keterangan tertulisnya kepada media, Sabtu (4/2/2023).
Foto: Dok Komisi Yudisial
Sumber : infopublik.id