KBK.News, Banjarmasin – Himpunan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari (FH Uniska MAB) menggelar Lawfest 2025 dengan tiga agenda utama: Sirkel (Seminar Intelektual Regional Kalimantan Selatan), Law Master, dan Law Action.

Agenda pembuka berlangsung hari ini melalui Sirkel dengan mengusung tema [tema kegiatan]. Kegiatan ini menjadi wadah diskusi intelektual yang melibatkan akademisi, pemerintah, pelaku usaha, hingga seniman.

Ketua Himpunan FH Uniska MAB 2025, Aisyah, menyampaikan bahwa Sirkel dihadirkan untuk memperluas ruang diskusi hukum dan ekonomi di kalangan mahasiswa serta masyarakat.

“Melalui seminar ini, kami berharap lahir gagasan baru sekaligus peluang kolaborasi yang bermanfaat, terutama bagi UMKM dan generasi muda yang ingin memberi kontribusi lebih,” ujar Aisyah.

Narasumber Berbagai Sektor

Seminar menghadirkan tiga pembicara lintas sektor, yaitu:

Ir. H. Noorsyahdi, M.Kes. (Dinas Perdagangan dan Hubungan Industrial)

Ferdi Irawan, seniman madihin sekaligus pelaku UMKM

Rolly Muliazi, S.Ag., S.H., M.H., C.I.L, akademisi hukum

Dalam paparannya, Noorsyahdi menyoroti persoalan hukum yang kerap dihadapi UMKM, mulai dari izin usaha, lokasi, perjanjian kerja sama, hingga perlindungan kekayaan intelektual.

“Melalui seminar ini, harapan kami anak muda pelaku UMKM bisa lebih memahami regulasi yang berlaku,” ucapnya.

Sementara itu, Ferdi Irawan menekankan pentingnya inovasi berbasis budaya lokal di era digital.

“Sebagai anak muda atau pelaku UMKM, kita harus punya kreativitas dalam daya jual, apalagi di tengah persaingan digital,” jelas Ferdi.

BACA JUGA :  BEM UNISKA Desak Transparansi APH dalam Kasus Kematian Jurnalis Kalsel yang Janggal

Narasumber terakhir, Rolly Muliazi Adenan, menegaskan pentingnya kesiapan hukum bagi UMKM.

“Menjadi UMKM bukan hanya soal berjualan, tapi juga siap menghadapi aturan, izin, merek dagang, hingga perlindungan konsumen. Risiko bisa mencapai denda miliaran rupiah bahkan ancaman pidana,” ungkapnya.

Muliazi bahkan mengaitkan kondisi UMKM dengan gambaran novel klasik 1984 karya George Orwell, di mana seluruh aspek dikontrol ketat pemerintah. Menurutnya, fenomena tersebut mencerminkan betapa UMKM kini berada dalam pengawasan regulasi yang kompleks.

Ia juga menyinggung kasus viral “Mama Khas Banjar” yang sempat dibebaskan setelah didakwa. “Kasus ini menunjukkan masih banyak kejanggalan dalam penegakan hukum yang berdampak pada dunia usaha,” tegasnya.

Dalam lima tahun terakhir, lanjut Muliazi, terdapat setidaknya lima kasus serupa di Banjarmasin yang melibatkan UMKM kuliner, mulai dari sate, kopi, hingga mie, akibat persoalan perizinan dan perlindungan konsumen.

“UMKM harus paham bahwa masalah hukum tidak hanya menimpa perusahaan besar. Pelaku usaha kecil pun bisa terseret bila tidak siap secara legal. Literasi hukum bagi UMKM sangat penting,” pungkasnya.

Melalui Sirkel dalam rangkaian Lawfest 2025 ini, Hima FH Uniska MAB berkomitmen menghadirkan forum intelektual yang mampu menjembatani mahasiswa, pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Harapannya, diskusi ini dapat memperkuat ekosistem UMKM di Kalimantan Selatan dengan fondasi hukum yang lebih kokoh. (Masruni)