KBK.NEWS MARTAPURA – Kesultanan Banjar resmi membuka Majelis Ta’lim Al Muta’shimbillah, Jumat malam lalu (2/5/2025) di Sekretariat Yayasan Sultan Adam, Kompleks Pangeran Antasari di Kota Martapura, Kabupaten Banjar. 

Majelis ini akan menjadi kegiatan rutin bulanan yang berfokus pada pengajian, pendidikan agama, dan aksi sosial untuk umat.

Pembukaan majelis ditandai dengan pengajian yang dimulai dengan pembacaan Surah Yasin, sholawat Qurr’aniyyah karangan Syekh Abdul Qadir Al Jailani, tausiyah singkat, serta tahlil dan doa haul untuk para Sultan Banjar. Kegiatan ini juga menjadi momen awal dari upaya Kesultanan Banjar memperkuat dakwah berbasis komunitas.

Kegiatan Dakwan di Majelis Ta’lim Al Muta’shimbillah di Kota Martapura.

Ketua Yayasan Sultan Adam, Dr. KH. Gusti Wardiansyah, SH. MH. MM, mengatakan bahwa dakwah harus dibarengi dengan aksi nyata, bukan hanya sekadar ceramah. “Kami ingin Islam tidak hanya disampaikan lewat kata-kata, tapi juga lewat tindakan. Dakwah itu harus dirasakan manfaatnya oleh umat,” ujar Gusti Wardiansyah.

Menurutnya, dakwah harus menyentuh kehidupan masyarakat secara langsung, salah satunya dengan kegiatan sosial yang menyertai majelis ta’lim ini. Selain memberi santapan rohani, Majelis Ta’lim Al Muta’shimbillah juga memberikan bantuan sosial sesuai kemampuan kepada jamaah yang hadir.

Ulama dan Pemerintah Harus Bersinergi

Dalam sambutannya, Gusti Wardiansyah juga menyinggung pentingnya peran ulama dan pemerintah dalam membina masyarakat. Ia mengutip pesan yang menyatakan:
“Jika dua golongan—ulama dan pemimpin—baik, maka baiklah masyarakat.”

BACA JUGA :  DKISP Banjar Kucurkan Dana Ratusan Juta Untuk Renovasi Studio Intan TV, Hasilnya Terkesan Asal Asalan?

Ia menegaskan, ulama harus tetap menjadi pembimbing spiritual dan moral bagi pemimpin, tanpa mengejar jabatan atau kepentingan duniawi. Sebaliknya, pemerintah juga harus menghormati ulama dan menjadikan mereka rujukan dalam urusan keagamaan, seperti yang terjadi di masa Datu Kalampayan dan Kesultanan Banjar. “Pemerintah dulu selalu meminta fatwa kepada ulama. Jika ada kebijakan yang menyimpang, ulama berani meluruskan,” tambahnya.

Ia juga membedakan antara ulama akhirat—yang tulus berdakwah demi umat—dengan ulama dunia, yang hanya mencari keuntungan pribadi. Ulama sejati, katanya, adalah mereka yang mendidik umat agar bertakwa kepada Allah dan hidup dengan nilai-nilai Islam.

Menghindari Dakwah yang Hanya Lisan

Dalam penutupnya, Gusti Wardiansyah mengingatkan tentang bahaya dakwah yang hanya berhenti pada ucapan. Ia mengutip ayat QS. As-Saff (61:2–3): “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”

Ayat ini, katanya, menjadi pengingat agar para dai, pengajar agama, dan umat Islam secara umum tidak hanya pandai berbicara, tapi juga mengamalkan apa yang mereka ajarkan.

Melalui Majelis Ta’lim Al Muta’shimbillah, Kesultanan Banjar ingin menghidupkan kembali semangat dakwah yang menyentuh hati, pikiran, dan perbuatan—membina umat dari ilmu hingga amal.